MAKALAH TENTANG
SEJARAH ASAL
USUL
MARGA NASUTION
DISAMPAIKAN PADA ACARA SEMINAR MENELUSURI SEJARAH MARGA NASUTION
DAN ETNIS MANDAILING
DI KAB. ROKAN HULU
DISAMPAIKAN OLEH :
BRIGJEND (PURN) H. EDY AFRIZAL NATAR NASUTION, S.IP
WAKIL GUBERNUR RIAU
DI CONVENTION HALL MASJID AGUNG
ISLAMIC CENTER PASIR PENGARAIAN
KABUPATEN ROKAN HULU – RIAU
Empat versi
keturunan Marga Nasution yang
populer dan berkembang di tengah masyarakat
1. Versi Tapanuli
Utara
2. Versi Minang
Kabau
3. Versi Tapanuli
Selatan
4.
Versi Rambah Rokan Hulu
1. VERSI
TAPANULI UTARA
Marga Siahaan mengaku bahwa
Marga Nasution merupakan keturunan dari
mereka. Menurut legenda yang berkembang, Satu di antara sekian anaknya Siahaan
ini ada yang sangat nakal dan tidak patuh kepada orang tuanya dan anak ini
bernama Sibaroar, Pada kisah selanjutnya dikabarkan bahwa Sibaroar ini pergi
merantau ke Tapanuli Selatan dan sampailah akhirnya ia kawin disana dan dari
keturunannya inilah berawalnya marga Nasution, namun tidak pernah ada
penjelasaan lengkap tentang siapa ibu dari Sibaroar ini dan bagaimana proses
perkembangan selanjutnya.
2. VERSI MINANGKABAU
Seorang
anak yang bernama Sibaroar itu konon menurut mereka berasal dari minang kabau,
dan merupakan keturunan bunda kandung dari kerajaan Minang Kabau. Sibaroar ini
merupakan seorang anak yang suka merantau. Dalam perantauannya sampailah anak
ini di Tapanuli Selatan dan akhirnya kawin dengan seorang wanita disana,
Keturunan dari Sibaroar inilah yang menurut mereka merupakan awal dari Marga
Nasution, tapi siapa ibu dari Sibaroar ini yang mereka sebut sebagai Bunda
Kandung, juga siapa ayahnya tidak pernah ada penjelasaan.
Dalam perkembangan selanjutnya, hasil
dari interaksi dan asimilasi orang-orang keturunan Mandailing yang berada di
Minang Kabau ini telah terjadi kacau balau dalam hal adat.
Marga yang diturunkan disana bukan
berasal dari turunan ayah tetapi dari ibunya. Jadi kalau ada kita temukan
seorang yang bermarga Nasution, dikarenakan ibunyalah yang bermarga Nasution
bukan dari ayahnya, seperti yang berlaku pada umumnya mereka beradat si Mando.
3. VERSI TAPANULI
SELATAN
Menurut
sebagian Marga Nasution yang berada di Tapanuli Selatan ini, keturunan mereka
berasal dari keturunan Raja Pulungan. Dikisahkan bahwa pada masa itu, seorang
raja tidak boleh memiliki istri lebih dari satu apalagi sampai tiga dan
seterusnya, Permaisuri Raja hanya ada satu. Kalau terjadi ada Raja kawin lagi
maka itu hanya dijadikan Selir saja. Menurut versi Tapanuli Selatan ini, pada
saat itu Raja Pulungan memang hanya memiliki seorang Permaisuri. Tapi Raja juga
memiliki seorang selir. Ketika itu Permaisuri raja sedang hamil.
Rupanya dalam waktu yang bersamaan
Selirnya juga hamil. Tak lama setelah Permaisuri melahirkan menyusul pula
Selirnya melahirkan. Kedua anak yang dilahirkan ini baik dari Permaisuri maupun
dari Selir, kedua-duanya berjenis kelamin laki-laki. Anak yang berasal dari
selir inilah Sibaroar, Kebetulan kedua wajah anak ini sangat mirip dan
sama-sama lincah.
Dari cerita sejarah selanjutnya, pada saat itu, Istana Raja
Pulungan ini akan dilakukan Pemugaran, dan tiang besar istana itu akan diganti.
Menurut Kepercayaan orang-orang istana,
setiap penggantian tiang besar Istana, harus diSemah dengan kepala anak
manusia.
Permaisuri yang telah mendengar dan
mengetahui tentang kabar ini, lalu berusaha keras agar yang akan dijadikan
korban untuk semah bukan kepala anaknya tapi kepala dari anak selirnya. Rencana Pemugaran tiang istana sudah semakin
dekat. Hati Permaisuri semakin resah,
maka ditengah kegundahan hati itulah permaisuri memanggil beberapa hulu balang
istana dan memerintahkan agar para hulu balang memberikan tanda dikening anak
dengan tujuan agar nanti memudahkan ketika akan ditangkap untuk dijadikan
korban.
Namanya anak kecil yang sering bermain
bersama, salah satu kebiasaannya adalah suka mencontoh dan meniru antara yang
satu dan lainnya dan itu pulalah yang terjadi dengan anak si permaisuri ini.
Melihat di kening saudaranya ada sebuah tanda, maka ia pun ingin meniru dan
diambil kapur, lalu dibuatnya pula tanda yang sama pada keningnya sendiri
dengan kapur itu.
Selesai ia memberi tanda dikeningnya,
karena merasa kelelahan setelah bermain-main seharian, maka Sibaroar pun pulang
dan tertidur. Ternyata pada saat tidur
itulah, anak Si Permaisuri tadi yang asik bermain sendirian ditangkap dan
dijadikan korban oleh para Hulu Balang.
Setelah semua peristiwa terjadi, dan pada saat Sibaroar bangun dari
tidur, dia pun berlari ingin mencari saudaranya untuk diajak bermain.
Tapi alangkah terkejutnya Permaisuri
dan Para petinggi kerajaan ketika melihat Sibaroar masih hidup dan dikeningnya
juga memiliki tanda seperti yang ada dikening saudaranya yang sudah terlanjur
menjadi korban. Lalu bertanyalah para
petinggi istana kepada Sibaroar perihal tanda yang ada di keningnya itu.
Sibaroar pun bercerita, “Adikku suka melihat aku memiliki tanda di kening, lalu
dia juga ingin seperti aku. Itu sebabnya
dia mengambil kapur dan membuat sendiri tanda yang sama seperti di kening ku
biar dia bisa seperti aku”, jelas si Sibaroar.
“Selesai adikku membuat tanda di
kening, akupun pulang lalu aku tidur”, jelas Sibaroar lebih lanjut, namun apa
daya semua peristiwa sudah terjadi, dan peristiwa terhindarnya Sibaroar dari
maut ini oleh orang-orang pada waktu itu malah dinilai sebagai salah satu
bentuk kesaktian yang ada pada diri Sibaroar sehingga ia masih tetap hidup dan
bisa meneruskan keturunannya hingga saat ini, (itu sebabnya pada saat itu
orang-orang menyebutnya dengan kata “NASAKTION”, dan akhirnya menjadi
"NASUTION".) Sebagai bentuk pengakuan terhadap kesaktian
Sibaroar.
Namun kami dari Marga Nasution yang
berada di Rokan Hulu ini tidak mempercayai versi ini karena menurut Marga
Nasution yang berada di Rokan Hulu, versi ini masih banyak meninggalkan
pertanyaan yang tidak bisa dijawab dengan tuntas termasuk bukti otentiknya,
meskipun versi ini banyak diyakini oleh saudara kita Nasution yang berada di
Tapanuli Selatan.
4. VERSI RAMBAH ROKAN
HULU
Versi ini adalah versi yang diyakini oleh kami Marga Nasution yang berada di Rambah dan Kaiti, Rokan Hulu, sebagai versi yang benar dan dapat dipertangungjawabkan. Karena selain memiliki alur kisah yang runtut dari awal hingga akhir peristiwa, juga didukung dengan bukti-bukti otentik seperti adanya makam dari masing-masing tokoh yang dikisahkan, diantaranya: Tiga Makam Raja Godang sebagai bukti otentik sejarah, yang pertama makam Suri Andung Jati atau Sutan Perempuan yang merupakan Ibu kandung dari Sibaroar, makam tersebut berada di Kaiti.
· Pertemuan antara ayah dan ibu Sibaroar
ini terjadi di Tapian Nauli, Dolok Martimbang, Danau Toba.
· Di dalam sejarah versi Tarombo yang ada
pada saya, Sutan Iskandar Muda ini, meskipun pada masa itu telah berumur lebih
dari 30 tahun, tetapi dia belum juga mau menikah, dan hal ini telah menyebabkan
ayahnya marah, lalu dimasukkanlah Sutan Iskandar Muda ini ke dalam penjara dengan maksud untuk memberi pelajaran agar
dia sebagai seorang putra raja yang nantinya akan meneruskan tahta kerajaan,
mau menikahi seorang gadis pilihan raja.
· ketika masih di dalam penjara itulah,
di suatu malam Sutan Iskandar Muda ini bermimpi bertemu dengan seorang Putri
yang sangat cantik dan mimpi itu begitu nyata seakan benar-benar terjadi. Di dalam mimpi itu, dia melihat ada seorang
wanita cantik sedang mandi di sebuah danau yang indah dan terjadilah pertemuan
di antara mereka di pinggir danau yang indah itu. Sebelum mereka berpisah, si wanita sempat
memberi sehelai rambutnya sebagai kenangan agar suatu saat nanti mereka bisa
bertemu kembali di danau tersebut.
Rupanya si wanita ini adalah seorang Putri yang berasal dari Kerajaan
Kayangan. Putri ini memiliki kebiasaan,
sekali dalam seminggu selalu turun ke pinggir danau untuk melakukan mandi
bunga.
· Saking kuatnya pengaruh pertemuan dalam
mimpi itu, maka Sutan Iskandar Muda ini pun meminta waktu untuk berjumpa dengan
ayahnya lalu menceritakan semua yang dialaminya dalam mimpi itu, sekaligus
memohon agar dia diberi izin untuk mencari si wanita yang ada di dalam mimpinya
itu.
· Akhirnya ayahnya mengizinkan. Singkat cerita, setelah melalui perjalanan
panjang dari Irak Baghdad dengan mengikuti kapal para Pedagang Arab, sampailah
Sutan Iskandar Muda ke tempat yang dituju.
· Dari pertemuan itulah akhirnya mereka menikah. Anak pertama mereka lahir, dan diberi nama
Singa Mangaraja. Setelah Singa Mangaraja
berumur ± 3 tahun, Suri Andung Jati atau Sutan Perempuan ini pun hamil lagi
anak yang kedua dan diberi nama Sibaroar.
Kelak, setelah dewasa Sibaroar ini menjadi Raja di Kerajaan Mandailing,
Padang Garugur dan bergelar Sutan Sinomba Sinoru.
· Namun Sibaroar ini tidak sempat
mengenal ayahnya, karena di dalam Tarombo itu diceritakan bahwa sebelum
Sibaroar ini lahir, ayahnya yang tidak lain adalah Sutan Iskandar Muda itu,
menghilang saat terjadi perkelahian antara dirinya dengan seorang Raja yang
bernama Si Raja Abu. Perkelahian itu
disebabkan karena ayam milik Si Raja Abu, kalah ketika diadu dengan ayam milik
Sutan Iskandar Muda (di dalam sebuah arena adu ayam), yang akhirnya memicu
perkelahian di antara mereka. Di dalam perkelahian itu Raja Abu kewalahan
menghadapi Sutan Iskandar Muda yang memiliki ilmu dan kemampuan bisa menghilang
dari pandangan. karena kemampuan Sutan
Iskandar Muda yang bisa menghilang inilah dia diberi gelar, "Sutan
Penyalinan". Dan sejak menghilang
itu pula dia tidak pernah kembali bertemu isterinya, Sutan Perempuan yang
sedang hamil, sampai akhirnya anak kedua mereka yang bernama Sibaroar itu lahir.
Setelah dewasa, Sibaroar diangkat menjadi Raja di Negeri Padang Garugur dan
memimpin selama ± 32 tahun. Sibaroar ini meninggal secara mendadak dalam usia
antara 61-62 tahun.
· Di dalam Tarombo versi Rambah ini,
dijelaskan juga secara gamblang bahwa semasa hidupnya, Sibaroar ini memiliki
tujuh orang anak yang terdiri dari enam orang Laki-laki dan seorang
Perempuan. Anak nomor 1 bernama Sutan
Iskandar, mengambil nama dari opungnya yang bernama Iskandar Muda, dan beliau
ini menjadi Raja Huta Siantar. Anak
nomor 2 seorang wanita satu-satunya, bernama Suri Lindung Bulan, dan dia ini
menjadi Permaisuri Raja Tambusai yaitu Tuanku Syah Alam. Anak nomor 3 bernama Sutan Katimbang di
Langit menjadi Raja di Huta Portibi.
Anak nomor 4 bernama Sutan Batara Guru, menjadi Raja di Huta Puli
Tambangan. Anak nomor 5 bernama Sutan Di
Atas Langit, menjadi Raja di Huta Gunung Baringin. Anak nomor 6 bernama Sutan Tua Raja Solut,
menjadi Raja di Batang Samo. Dan anak
nomor 7 yang paling kecil bernama Namora Gompar Sutan Sinomba Sinoru, menjadi
Raja di Sungai Garingging.
· Karena Sibaroar meninggal dunia secara
mendadak, maka oleh para pembesar kerapatan negeri Padang Garugur diadakanlah
rapat untuk memutuskan siapa yang akan diangkat sebagai penggantinya. Hasil rapat disepakati bahwa yang ditunjuk
sebagai pengganti Sibaroar adalah anak ke enamnya, yaitu Sutan Tua Raja Solut
yang ketika itu baru berusia empat belas tahun.
Namun karena Sutan Tua Raja Solut ini belum dewasa, maka sementara menunggu dia dewasa, disepakati pula bahwa
untuk yang mengendalikan Kerajaan Padang Garugur ini langsung diambil alih dan
dipegang oleh para Kerapatan Negeri.
· Rupanya Keputusan ini diprotes oleh
anak tertua Sibaroar yang bernama Sutan Iskandar. Kenapa dia Protes? Karena dia ingin, dialah yang menggantikan
Sibaroar selaku anak tertua. Padahal
ketika itu dia sudah menjadi Raja di Huta Siantar. Lalu mengapa dia ingin mengambil alih
Kerajaan Garugur? Karena Kerajaan Siantar
yang saat itu dia kuasai akan diserahkan kepada anaknya.
· Namun karena tidak disetujui dan
ditentang oleh para pejabat Kerapatan Negeri, maka meskipun masih dalam suasana
duka, Sutan Iskandar pun mempersiapkan pasukannya lalu menyerang Kerajaan
Padang Garugur, yang tentu saja ketika itu, mereka berada dalam keadaan tidak
siap.
· Melihat terjadinya kekacauan yang tidak
berkesudahan, maka Sutan Perempuan pun memutuskan untuk keluar dari Padang
Gerugur guna menyelamatkan kedua cucunya yaitu Nomor 6 (Sutan Tua Raja Salut
berumur 14 tahun) dan nomor 7 (Sutan Namora Raja Gompar berumur 9 tahun),
tetapi belum tahu mau kemana arah dan tujuannya.
1.
Menteri Jairo Di Langit.
2.
Japorkas adiknya Nai Romban Golang
3.
Orang Kayo Bale, dia ini berasal dari Marga Siregar.
4.
Bendahara, dari Marga Daulay.
5.
Jabomi dari Marga Hasibuan.
6.
Penghulu Besar berasal dari Marga Lubis.
7.
Bentaro Lelo dari Marga Najanginon.
· Setelah mendapatkan berbagai saran dan
masukan dari para pembesar negeri yang ikut dalam rombongan itu, maka
disepakatilah bahwa mereka akan bergerak menuju ke tempat cucunya yang
perempuan yaitu Permaisuri Raja Tambusai yang ketika itu dijabat oleh Tuanku
Syah Alam.
· Setelah menempuh perjalanan yang cukup
panjang dengan berbagai pengalaman yang ditemui (sebenarnya sangat banyak kisah
yang tertuang di dalam Tarombo yang menceritakan suka duka rombongan Sutan
Perempuan ini selama di perjalanan tersebut).
Namun mohon maaf, tidak saya ceritakan di sini, karena akan menyita
waktu dan terlalu panjang (di dalam tarombo terkisahkan dengan baik)
· Kemudian tibalah mereka di perbatasan
wilayah Kerajaan Tambusai, dan diutuslah beberapa Caraka untuk menemui Raja
Tambusai sambil meminta suaka politik (perlindungan).
· Lalu oleh Raja disetujuilah rombongan
ini untuk bisa tinggal di daerah pinggiran yaitu di daerah "Pisang
Kolot". Adapun yang boleh mereka
lakukan di sana, hanya bertani dan tidak boleh melakukan kegiatan yang berbau
politik. Sebenarnya kalau Sutan
Perempuan ini datang hanya bertiga dengan dua cucunya saja, mereka diterima di
kerajaan dan boleh tinggal di Tambusai.
· Ketika rombongan Sutan Perempuan ini
tiba di pinggiran daerah Tambusai, sebenarnya di wilayah Rambah ini sudah
terdapat beberapa kerajaan yang memiliki wilayah kekuasaan, yang disebut dengan
Luhak Nan Lima.
Kerajaan-
Kerajaan tersebut di antaranya:
1.
Kerajaan Tambusai, ibu negerinya Tambusai.
2.
Kerajaan Rambah, ibu negerinya Rambah
3.
Kerajaan Kepenuhan, ibu negerinya Kota Tengah.
4. Kerajaan Rokan, ibu negerinya Pendalian
IV koto.
5.
Kerajaan Kunto Darussalam, ibu negerinya Kota Intan, hanya saja
ibu negeri kerajaan- kerajaan ini pada masa itu belum tersusun seperti sekarang
ini. Malahan, seperti Kepenuhan dan Koto
Tengah, kedudukan ibu negerinya tidak persis seperti yang ada sekarang,
melainkan berada agak di daerah hilirnya lagi, karena ibu negeri kerajaan itu
sering berpindah-pindah dari satu kedudukan ke kedudukan lainnya.
· Mereka menetap di Pisang Kolot selama ±
32 tahun yaitu mulai sekitar tahun 1418-1450 masehi. Dan selama itu pula para pengikutnya tetap
setia kepada Suri Andung Jati atau Sutan Perempuan.
· Sutan Perempuan mulai resah karena
setelah selama ± 32 tahun dia merasa usianya sudah semakin tua sementara nasib
kedua cucu yang dia bawa termasuk rombongan yang mengikutinya belum juga jelas
karena mereka belum memiliki daerah kekuasaan sendiri.
· Dalam kebingungan itulah, Rupanya Allah
mentakdirkan Raja Rambah meninggal dunia secara mendadak, dan kebetulan anak
dari Raja Rambah ini masih kecil untuk duduk sebagai raja menggantikan posisi
ayahnya, karena baru berusia dua tahun.
· Hubungan dan komunikasi antara Raja
Tambusai dan Raja Rambah pada saat itu berjalan dengan sangat baik karena telah
banyak terjadi pertalian darah yang disebabkan perkawinan.
· Akhirnya, sambil menunggu Putra Mahkota
berusia dewasa, maka diambillah keputusan bahwa kendali Kerajaan Rambah akan
dirangkap oleh Raja Tambusai.
· Rupanya disinilah kesempatan itu
muncul, Kerajaan Rambah yang wilayahnya begitu sangat luas, dimana di sebelah
baratnya terdapat banyak daerah yang masih kosong dan daerah itu dikuasai oleh
orang-orang Lubu, yang pekerjaannya hanya selalu mengacau dan membuat
gaduh. Mengingat jumlah orang Lubu ini
cukup banyak, maka Raja Rambah pun merasa kewalahan untuk mengusirnya. Akhirnya
setelah para pembesar Raja Rambah dan Raja Tambusai mengadakan rapat, maka
disepakatilah untuk melibatkan orangnya Sutan Perempuan yang sudah bermukim
cukup lama di wilayah Tambusai itu untuk mengusir orang-orang Lubu ini. Dengan tekad dan semangat yang kuat, karena
ingin memiliki wilayah kekuasaan sendiri, maka kelompok Sutan Perempuan inipun
berhasil mengusir orang Lubu.
· Begitulah akhirnya rombongan Sutan
Perempuan ini berhasil menjadikan daerah Rambah itu menjadi daerah Mandailing
dan menguasainya. Dan itu terjadi sekitar tahun 1450 M.
· Setelah menguasai daerah ini maka oleh
Sutan Perempuan diangkatlah cucunya yang nomor enam, yaitu Raja Salut atau
disebut juga Sutan Tua, menjadi Raja di Batang Samo. Sedangkan cucunya yang nomor tujuh yaitu Raja
Gompar bergelar Sutan Sinomba Sinoru diangkat pula oleh Sutan Perempuan menjadi
Raja di Sungai Garingging setelah negeri itu dibebaskan dari orang-orang
Lubu.
· Walaupun kedua cucunya sudah
mendapatkan wilayah kekuasaan, yang satu menjadi Raja di batang Samo dan yang
satunya lagi, menjadi Raja di Sungai Garingging, sutan perempuan tetap memimpin
Kerajaan di Kaiti. Sampailah pada suatu
saat beliau merasa perlu untuk mengumpulkan seluruh petinggi-petinggi kerajaan
termasuk kedua cucunya, yaitu Raja Solut Sutan Tua, dan Raja Gompar Sutan
Namora Raja atau Sutan Sinomba Sinoru, beserta anak cucu dan keturunannya.
· Singkat cerita dari cucunya yang nomor
enam dan nomor tujuh inilah berkembangnya Marga Nasution yang berada di Rambah
dan sekitarnya. Begitu pula dengan 5 marga yang ada di Rokan Hulu saat ini
yaitu: Siregar, Hasibuan, Daulay, Lubis dan Najanginon merupakan keturunan dari
rombongan yang mengikuti marga Nasution yang asal mereka dari rombongan 47 KK
yang ikut bersama-sama saat pindah dari Padang Gerugur menuju Batang Samo,
Rokan Hulu.
· Sebagai gambaran, seperti yang tadi
sudah disampaikan sebelumnya, bahwa keturunan Sibaroar ini awalnya berjumlah 7
orang, terdiri dari 6 laki-laki dan 1 orang perempuan. Mereka ini di antaranya:
Ø Cucu pertama yang juga bernama Sutan
Iskandar menjadi Raja di Huta Siantar, Penyabungan.
Ø Cucu kedua satu-satunya wanita yang
bernama Suri Lindung Bulan menjadi Permaisuri Raja Tambusai (Permaisuri Tuanku
Syah Alam).
Ø Cucu ketiga Sutan Katimbang Di langit
jadi Raja Huta Portibi.
Ø Cucu keempat Sutan Batara Guru jadi
raja di Huta Puli Tambangan.
Ø Cucu kelima Sutan di atas langit jadi
Raja di Huta Gunung Baringin.
Ø Cucu keenam Sutan Tua Raja Solut jadi
Raja di Batang Samo.
Ø Cucu ketujuh Namora Gompar Sutan
Sinomba Sinoru jadi Raja di Sungai Garingging.
Adapun cicit-cicitnya yang sempat dia
dudukkan menjadi raja hanya dari keturunan cucunya yang berada di Rambah. Sedangkan untuk keempat cucunya yang berada
di Tapanuli berkembang biak di Tapanuli Selatan Sumatera Utara. Sementara, untuk para Cicit yang berkembang
di Rambah di antaranya:
v Cicitnya bernama Sutan Nalobi, Raja di
Huta Rimboru.
v Cicitnya bernama Sutan Kumala Bulan,
Raja Manaming.
v Cicitnya bernama Sutan Mangamar jadi
Raja di Batang Samo.
v Cicitnya bernama Tangun, diangkat jadi
raja tangun.
v Cicitnya bernama si Painan, diangkat
jadi Raja di Sungai Pinang.
v Cicitnya bernama Bongsu diangkat jadi
Raja di Sigatal.
v Cicitnya bernama Tuah Sutan Kumala
Gunung Jati, diangkat jadi Raja di Kaiti.
v Cicitnya bernama Raja Dewa hanya diberi
tugas jaga rumah adat dan menjaga barang- barang pusaka di Kaiti karena
cicitnya yang satu ini agak kurang cerdas dan memiliki kekurangan makanya tidak
diberi kekuasaan.
Setelah
seluruh cucu dan cicitnya mendapatkan wilayah kekuasaan dan juga karena merasa
dirinya sudah semakin tua, tibalah saatnya, Suri Andung Jati Boru Namora atau
Sutan Perempuan ini meminta seluruh cucu dan cicitnya termasuk para pembesar
masing-masing kerajaan yang berasal dari
keturunan marga lainnya yang turut serta dalam rombongan Sutan Perempuan ketika
berpindah dari kerajaan Padang Garugur hingga ke Rambah untuk ikut
berkumpul. Dua minggu lamanya barulah
semuanya bisa berkumpul dan lokasi tempat berkumpul berada di Kaiti.
Di sinilah Sutan Perempuan berpidato di hadapan seluruh keturunannya termasuk keturunan dari pembesar-pembesar Raja dari marga lainnya yang ikut dalam rombongan dulu, adapun isi pidatonya antara lain:
−
Hai cucu-cucuku yang kusayangi
−
Kedudukan kalian sudah kuat
−
Kerajaan sudah pada berdiri, dan kembangkanlah ini
−
Ekonomi ini sudah pulih dimana sumber-sumber hidup sudah teratur
−
Pemerintah sudah rapi dan berlembaga
−
Adat istiadat sudah
teratur, tinggal kembangkan dan pelihara sebaik-baiknya
−
Lembaga adat Napitu Huta sudah tersusun
−
Budaya terjaga dengan baik dan kembangkanlah sebaik-baiknya
−
Lestarikan pertuturan, artinya hormati yang tua dan sayangi yang
muda
−
Pelihara persatuan yang kokoh, tanpa persatuan betapa kalian bisa
dengan mudah dihalangi oleh musuh-musuh yang iri hati pada kalian
−
Induk-induk suku telah menggariskan kebijaksanaan pemerintah, mengaturgkemaslahatan
rakyatnya, persatuan telah terpelihara dan sumber kekayaan yang cukup banyak,
−
Jangan merusak dan jangan berselisih
−
Patuhlah kepada Raja, patuh kepada Induk Adat, patuh kepada
Lembaga Adat, sayangi anak istri dan
perkuat rasa se-iya sekata antar kalian semua.
−
Fakir miskin ditolong, anak yatim disayangi dan dipelihara, janda
dan orang tua dikasihi dan dibela, jangan ada yang tidak makan di negeri
kalian, orang-orang lemah dilindungi dan raja-raja tegakkan keadilan.
−
bila ada salah satu dari negeri kalian diserang berarti semua
kalian diserang dan bebaskan semua gangguan itu.
1.
Bekas pijakan kaki Suri Andung Jati Boru Namora atau Sutan
Perempuan (NENEKNYA SIBAROAR), berada di Kaiti.
2.
Makam Raja Godang (Sutan Tua Raja Solut), merupakan anak ke-6 dari
Sibaroar. Berada di Batang Samo (berdekatan dengan makam Istrinya)
3.
Makam Raja Gompar (gelar Sutan Namora Raja). Merupakan anak ke-7
dari Sibaroar, berada di Sungai Garingging (Huta Rimbaru)
−
Muhammad Yasin Bin
−
Muhammad Zaman (Bergelar Sutan Laut Api) Bin
−
Mangaraja Toras Bin
−
Jama Hadum (Bergelar Sutan Laut Api) Bin
−
Jopautan Sutan Tua Bin
−
Jabatang Taris Bin
−
Mangaraja Kayo Bin
−
Jaronggar Bin
−
Mangaraja Suang Kupon Bin
−
Mangaraja Dewa Bagas Godang Haiti Bin
−
Sibaroar Sutan Sinomba Sinoru (Kerajaan Mandailing, Padang
Garugur), Bin
−
Sutan Iskandar Muda Bin
−
Sutan Mahmudsyah Irak Baghdad Bin
−
Sutan Harunnur Rasyid Kerajaan Irak, Baghdad, Jazirah Arab.
Mohon maaf atas segala kekurangan, Billahi
Taufik Wal Hidayah, Wassalamu A’laikum Warrahmatullahi Wabara Katuh.
DISAMPAIKAN
OLEH :
1. H. ABDUL MALIK NASUTION
SUTAN
LAUT API
RAJA
NA PITU HUTA LUHAK RAMBAH
Sejarah Kebaradaan
Suku Bangsa Mandailing Napitu Huta
di Kerajaan Melayu Rambah
Pemateri berasal dari Marga Nasution yang diangkat
menjadi Sutan Laut Api dalam gelar adat Napitu Huta, selain memberikan
masukan-masukan tentang jalannya seminar ini, beliau juga memberikan materi
tentang Sejarah Kebaradaan Suku Bangsa Mandailing Napitu Huta di Kerajaan
Melayu Rambah.
Keberadaan Suku Bangsa Mandailing di Kerajaan Melayu
Rambah menurut pemateri saat itu bermula dari konflik di Kerajaan Huta Padang
Garugur, Mandailing Panyabungan Tonga, Selanjutnya terjadi emigrasi (Berpindah dari wilayah
asal ke wilayah yang baru) oleh Permaisuri Putri Nai Romban Golang ditambah
2 Putranya ditambah Ibunda Raja Si Baroan Sutan Nasakti yaitu Suri Andung Jati
(Sutan Perempuan) bersama 11 orang tokoh Kerajaan dan beberapa orang Hulubalang
ditambah 47 KK dari Masyarakat, secara kronologisnya dijelaskan yaitu:
·
Mereka menuju keselatan ke kerajaan Tambusai, Putri Suri Lindung Bulan
menikah dengan Sultan Syah Raja Tambusai. Atas izin (Suaka) Raja Tambusai
Tuanku Yang Dipertuan Tua Raja (Raja Ke-7), mereka bermukim di Perbanjaran
Loyah Sosa (Sumatera Utara);
·
Atas permintaan Raja Tambusai, rombongan selama ± 32 tahun di Wilayah kekuasaan Kerajaan Tambusai, Sutan Perempuan beserta
tokoh-tokoh Hulubalang yang sakti dan berilmu tinggi untuk menggembleng
anak-anak muda termasuk Si Solut dan Si Panyolut Gompar seperti belajar Ilmu
Silat, Ilmu Pengetahuan Etika dan Adat, Ilmu
Kesaktian dan ilmu lainnya. Atas anjuran dan petunjuk Raja Tambusai, Sutan
Perempuan dan rombongan dipindahkan ke Kerajaan Baru (Kerajaan Rambah),
dibarengi dengan tugas yang
diberikan yaitu :
Ø Mengamankan wilayah Kerajaan
Rambah dari gangguan bangsa atau Orang Lubu;
Ø Mengamankannya dari gangguan
lainnya, baik dari luar maupun dalam wilayahnya sendiri;
Ø Diberikan izin pada daerah
yang sudah diamankan dan boleh membuka peladangan dan kampung (Huta);
·
Dalam
Pelaksanaan Tugas untuk
Membela Kerajaan Rambah, rombongan yang dipimpin oleh Sutan Perempuan melakukan
beberapa kegiatan yaitu :
v
Dalam penempatan mereka yang pertama dibangunlah Huta Batang Samo
(Kampung);
v
Dari Batang Samo maka diusirlah bangsa Lubu dari sepanjang sungai Anak Batang
Lubuh, dan masuk Anak sungai yaitu ke Sungai Haiti dan disitulah dibangun
perkampungan (Huta) dna berganti nama dengan Huta Haiti;
v
Selanjutnya menurut pemaparan pemateri Rombongan Sutan Perempuan
menaklukkan orang Lubu dari daerah Sungai Geringging dengan Pengepungan selama
3 bulan, dan setelah wilayah di sekitar Sungai Geringging berhasil dikuasai
maka dibangunlah Kampung/Huta Sungai Geringging, kemudian berlanjut ke daerah
sepanjang Sungai Pawan yang diberi nama Huta Pawan, dari Sungai Okak Besar kemudian
dibangun Huta Rimbaru yang saat ini nama Kubu Baru, dari sungai Kunyit mengarah ke Barat dibangun Huta Tanjung Berani,
wilayah Sungai Tangun dibangun Huta Tangun, Daerah sungai Menaming dibangun
Huta Menaming, kemudian di wilayah sungai
Limau/ Sigatal dibangun Huta Sigatal, Dari sungai Pinang dibangun
Huta Sungai Pinang
·
Suri Andung Jati atau Sutan Perempuan Kembali ke Asalnya, sesuai dengan
asal usul Sutan Perempuan yang berasal dari Khayangan, selanjutnya sesuai
dengan keberadaan 40 tahun para rombongan dari Sutan Perempuan ditempat
Kerajaan Rambah guna untuk membersihkan/mengusir Orang Lubu (terakhir di Si
Alok, di perbatasan dengan wilayah Sosa), dan telah berproses dan telah
melakukan kegiatan, kemudian Pesan-pesan Sutan Perempuan yang memaknainya yaitu
:
Ø
Membangun 10 buah Huta (Kampung);
Ø
Tetap menjaga hubungan dengan Raja Rambah dan Bangsa Melayu;
Ø
Membina Pertanian, Perkebunan dan Perikanan;
Ø
Membina masyarakat (Anak-Cucunya);
Ø
Agama yang dipercayai pada waktu itu;
Ø
Adat-istiadat;
Ø
Semangat gotong royong dan persatuan.
7 (Tujuh) Poin penting tersebut disampaikan Suri
Andung Jati atau Sutan Perempuan di dalam pertemuan Akbar di Huta Haiti, beliau
menyampaikannya masyarakat dan anak cucunya lokasi di Rumah Rarangan Huta Haiti dengan menyelimutkan kain ke badannya. Dia menghilang yang tertinggal jejak kakinya yang di Rumah Rarangan
sekarang, maka untuk Memperingati kembalinya beliau ke Alam Asalnya (Alam
Kayangan), maka pada setiap diadakan Acara MANDAI ULU TAON.
Pada pamaparan akhir, Pemateri yang bergelar Sutan
Laut Api menyampaikan juga bahwa Sutan Perempuan dan rombongannya dalam
pengabdiannya ikut menjaga marwah Kerajaan Rambah dari Intervensi Kerajaan
Rokan, serta menginisiasi lahirnya Perjanjian Raja (Janji Raja) sekitar Tahun 1824,
serta ikut Membebaskan Istana Raja Rambah dari Pemberontakan Tengku Muda Endut,
dan Semasa Pengejaran musuh ke Daerah Kepenuhan, Sultan Kumalo Bulan (Raja
Menaming) yang menjadi Pangima Perang Kerajaan Rambah Mangkat di daerah
kepenuhan atau disekitar Sugai Batang Lubuh (Walaupun sebatas cerita lisan para tokoh Mandailing), adapun isi
dari perjanjian Raja (Janji Raja) sebagai Pembalas Jasa
Bangsa Madailing (Napitu Huta) kepada Kerajaan Rambah kala itu :
Ø Dikaruniakanlah mereka
bertanah kholifah/wilayat, diketahui oleh Si Lobih sebanyak 7 perkampungan,
disitu pulalah negeri tersebut diberi nama “Janji Raja”;
Ø Si Lobih diangkat menjadi
Ketua yang 7 (tujuh) Kampung (Napituhuta) yang bergelar Sutan Laut Api, karena
peran Si Lobih di waktu perang Lautan Api yang
cukup diperhitungkan;
Ø Bangsa Mandailing dan bangsa
Melayu mempunyai hak dan kewajiban yang sama di hadapan Raja dan dalam
kerajaan, duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi;
Ø Dibolehkan mereka-mereka ini
dikampung/negerinya masing-masing menjadi Raja/Penghulu di wilayahnya, lengkap
dengan Bandaro dan Orang Besarnya;
Ø Boleh mengambil hasil
daerah/wilayahnya 10%, boleh menerima tangan rusa;
Ø Boleh menghukum/menghakimi
di kampungnya.
2. AKP. (PURN.) POL. H. T.
SYAMSUL BAHRI
SUTAN MAHMUD RAMBAH
Hubungan Raja Rambah
dengan Na
Pitu
Huta Etnis Mandailing
di Rokan Hulu
Pemateri merupakan tokoh adat yang bergelar Sutan
Mahmud, dengan materi terkait “Hubungan Raja Rambah dengan Napituhuta Etnis
Mandailing di Rokan Hulu”,
disampaikan pada sesi ketiga dalam Seminar Menelusuri Sejarah Marga Nasution
dan Etnis Mandailing di Rokan Hulu, adapun pemaparannya yaitu :
Ø Peran Raja Luhak Rambah Kepada Mandailing
Peran Raja Luhak Rambah terhadap kehadiran Mandailing
Napitu Huta di bawah pimpinan Sutan Perempuan Boru Namora Suri Andung Jati, dikisahkan
bahwa Raja Rambah yang pertama Tengku Muhammad Ali Bahar bergelar Tengku Raja
Muda adalah anak dari Raja Luhak Tambusai yang ke Tujuh: Raja Tengku yang
dipertuan Tua Raja, menerima kehadiran Sutan perempuan bersama dengan
pengawalnya dan pengikut lainnya lebih kurang 47 KK dan ditempatkan di Pisang
Kolot sebagai suaka politik.
Lebih kurang 32 Tahun bermukim dan menetap di sana,
diperkirakan berkisar pada tahun 1362 Masehi, bersamaan dengan itu Putra Pertama
Raja ke Tujuh Luhak Tambusai Tengku Muhammad Ali Bahar mengadakan ikat karang
janji antara beliau dengan adeknya Tengku Muhammad Ali Mukamil dan bermohon
kepada ayahandanya agar kepadanya diberikan/didirikan satu kerajaan baru, pada
saat itu juga Raja ke tujuh Luhak Tambusai Raja Tengku yang Dipertuan Tua
bertitah kepada anaknya Tengku Muhammad Ali Bahar bersama adiknya Tengku
Muhammad Ali Mukamil berangkat bersama-sama rombongan Datuk-Datuk Adat dari
suku masyarakat melayu non tujuh yaitu: Suku Melayu, Ampu, Pungkuik, Muniliang,
Kandang Kopuh, Bonuo, dan Kuti.
Ø Hubungan
antara Sutan Mahmud dengan Mandailing Napitu Huta sangat erat
Pengakuan dari pemimpin Napitu Huta bersama
masyarakatnya, bahwa Sutan Mahmud adalah Ayah dari pemimpin dan masyarakat Mandailing
Napitu Huta, berpucuk/berindukkan ke Sutan Mahmud dan berajakan ke Raja Rambah,
pengakuan adik-beradik (Kahanggi), dimana ada sutan Naopat Mangaraja Natolu, disitu ada Sutan Mahmud, Sutan Mahmud
berperan sebagai Kepala Kerapatan adat dan memimpin peradatan baik ke Suku
Melayu (Suku nun tujuh) maupun ke Mandailing Napitu Huta dan mensejajarkan
antara suku nan tujuh dengan Mandailing Napitu Huta, duduk sama rendah, tegak sama
tinggi
Ø Peran Raja Luhak Rambah Terhadap Sutan Perempuan Boru
Namora Suri Andung Jati
·
Pihak
dari Kerajaan Rambah bersama-sama dengan rombongan dari Sutan Perempuan
Mengusir orang (bangsa) Lubu yang telah berada di tempat yang dituju oleh
rombongan, supaya tidak terjadi perlawanan dan Huru-hara yang dinilai merusak
ketertiban dan keamanan di wilayah kerajaan rambah di kemudian hari;
·
Menjalin
hubungan yang baik antara Raja Kerajaan Rambah beserta rakyatnya dengan Sutan
Perempuan bersama masyarakatnya, baik hubungan adat-istiadat maupun hubungan
lainnya yang mengikat dengan aturan yang telah disepakati;
Ø Puak dan Suku yang ada di Wilayah Kerajaan Luhak
Rambah
·
Adapun
Puak Bangsawan yang ada di Kerajaan Rambah Yaitu :
1.
Puak rumah pangka
balai;
2.
Puak rumah atuk ijuk;
3.
Puak rumah bugonjong;
4.
Puak rumah bulinggi.
·
Sedangkan
Suku Nun Tujuh yang ada di Kerajaan Rambah adalah :
1.
Suku Melayu;
2.
Suku Ampu;
3.
Suku Pungkuik;
4.
Suku Muniliang;
5.
Suku Kandang Kopuh;
6.
Suku Bonuo; dan
7.
Suku kuti.
Untuk sebutan Urang Nan Seratus berada/duduk di Rumah Raja, sedangkan
Urang Nan Lima Puluh duduk di Rumah Sutan Mahmud, Kedua Suku (Urang, dalam sebutannya) berpucukkan ke
Sutan Mahmud.
·
Dalam
Adat Na Pitu Huta ada Sutan Na Opat Mangaraja Na Tolu yaitu:
1.
Sutan Na Lobih di
Huta Kubu Baru
(disebut juga Sutan Laut Api);
2.
Sutan Tuah di Huta
Kaiti;
3.
Sutan Kumalo Bulan di
Huta Menaming;
4. Sutan Silindung di Huta Tangun;
5.
Mangaraja Timbalan
Pawan di Huta Pawan;
6. Mangaraja Liang Sungai Pinang di Huta Sungai Pinang;
7.
Mangaraja Timbalan
Tanjung Berani di Huta Tanjung Berani.
3. JUNAIDI SYAM, M.Sn
BUDAYAWAN RIAU ASAL ROKAN HULU
Menelusuri Sejarah
Marga
Nasution
Dan Etnis
Mandahiling
di
Rokan Hulu
Rabu, 13 Jumadil awal 1441 |
8 Januari 2020
Convention Hall
Masjid Agung Islamic Centre
Pasir
Pengaraian
BATAK – NASUTION MELAYU
dan MANDAHILING
1.
M Sain gelar Sutan na Lobi naik gelar tahun 1925; pelantikan dihadiri T Saleh dan Controleur Belanda (Quast.) (Hal. 1).
2.
Belanda masuk ke Rokan streken yakni 17 tahun setelah lahirnya M. Sain (1883)= 1900.
3.
Nama Sayid Hasyim dari Rambahan (Menaming) (Hal. 05)
4.
Disebutkan Muhammad Amin Nasution (MAN), sejak 1937-1939 sering berjumpa
dengan beberapa tokoh. Dalam urutan
ke 14, ada nama Tengku Sutan Mahmud dari BEKAS Raja
Rambah, ayahnya T Saleh.
Dalam Buku Adat dan Kebudayaan PasirPengaraian
disebutkan bahwa T Mayang mangkat
di Mekkah tahun 1933.
5.
Ada perkataan arkaik “Patik Tuanku”
6.
Informasi tentang RIAU UTARA di masa agresi militer Belanda 1947–1950 Penulisan terbalik
(Jkbt. 08) |
Ghazali Mullier. |
Ghazali Mullier.
(Jkbt. 08) |
1. Disebut oleh MAN bahwa Sutan Perempuan mendirikan kerajaan-kerajaan kecil di Rambah. Memperluas daerahnya di Rambah dengan mendirikan satu persatu kerajaan-kerajaan kecil di Rambah sehingga duduk pula cicit-cicitnya memerintah.
2. Sutan Perempuan disebut MAN diangkat menjadi Ratu yang membangun negeri Padang Garugur Sosa.
3. Manuskrip yang disalin MAN bertulisan aksara Batak di atas kertas, yang dikatakan sudah ada sejak Jamudo Sutan Laut Api I,
4. MAN menolak pernyataan tokoh Rokan Kiri tentang; “Panglima Rambah dibawa kepalanya ke Rokan dan disimpan di sana”; “Rambah minta damai”
|
6.
... namun isi pengantarnya ada menyebutkan angka tahun 1987
dan
1986
10. Versi Panyabungan Tonga memasukkan nama Alexander the Groot sebagai ayah Baroar dan ada pula menyebut Palembang.
MAN menolak dan menyebut Si Baroar keturunan Arab dari
anak cucu Harun Al Rasyid (766-809
M)
11. MAN menyatakan pada masa itu (Baroar) belum Islam apalagi kristen dan ompu ini masih beragama miasme. Islam masuk ke Rambah khususnya, umumnya Luhak nan Lima diperkirakan sekitar awal abad ke-XVII (abad ke-17). Dan disebutkan bahwa Islam masuk ke wilayah ini oleh kaum putih (Padri).
12. Jamudo gelar Sutan Laut Api I disebut MAN pernah menikah di Tanah Semenanjung dan
istrinya dibawa ke Hutarimbaru. .. apakah Jamudo menikahi perempuan Melayu? Jika benar, berarti Jamudo
telah memeluk Islam.
13.
14.
MAN menolak pernyataan T Sutan (T. H. Mat Sutan)
yang diakui MAN ahli sejarah, bahwa kerajaan lima luhak berasal dari Tambusai.
28)
15. Belang dan taktik berselubung Sutan Perempuan disebut dalam teks MAN.
16.
Mengatakan Rambah tidak kuat berperang melawan musuh dan jika satu waktu Rambah melawan kita tidak usah khawatir (pendapat panglima perang Sutan Perempuan)
17. Keraguan MAN terhadap sejarah Islam dan sistem monarki dengan mengatakan “feodal satu sistem monarchi yang di dalam Islam
seharusnya tidak ada
tempat...
18. Dikatakan bahwa membawa mantapnya kedudukan raja-raja Mandailing Rambah, akibat itu raja Rambah secara resmi mengakui secara de yure atas wilayah Mandailing di Rambah (Hal 34) kemudian
merendahkan kerajaan Rambah berdasarkan posisi orang Lubu yang disebut- sebut manusia terkebelakang dan lemah namun Rambah tidak mampu
mengusir mereka.
20. Manuskrip asli sejarah Asal usul Marga Nasution MAN adalah tulisan ulang yang telah diubah suai sehingga kita sulit mendeteksi otentitas naskah yang disebutnya telah terbakar itu.
M. Amin Nasution;
1. Tanpa punya bahan cukup / lengkap dengan data-datanya, janganlah dibuat sejarah itu!!! Sebenarnya dapat membuat sejarah sendiri- sendiri asalkan data-datanya ada tetapi jangan membuat-buat sejarah tanpa data karena itu tidak akan berguna sama sekali.
2. Sekiranya ada kekeliruan yang terdapat di dalamnya supaya saudara-saudara dapat membuktikannya dengan sejarah yang lebih kuat dasarnya untuk mana yang perlu dipakai. (Hal. 12)
Mangaraja Onggang Parlindungan;
1. Nasution di Mandailing diragukan oleh MOPS. Dikatakannya bahwa Datu Nasangti Si Bagot
Ni
Pohan memasukkan orang-orang kacukan (campuran pendatang dan peranakan) ke dalam marga ciptaannya, yakni Nasangtion menjadi => Nasution.
3. Padri Batak; Tuanku Lelo (Nasution) dan Tuanku Sorik Marapi (Nasution).
Keterangan Penghulu Awaluddin;
Bahwasanya marga Nasution memiliki kesamaan pantangan dengan suku Melayu - Muniliang. Keterangan Mak Jasman (Puak Induk Dalam) mengatakan Puak Majo Rokan memiliki pantangan yang sama dengan suku Melayu-Muniliang.
1.
beradat lembaga sendiri
2.
berikan kepada kami daerah tanah ulayat
3.
antara Mandahiling dengan Melayu betul-betul
adik boradik
4.
kalu moambik boru adok ko kami adat kolian jujuran.
5.
Kalau Mandailing mongambiek ko kolian adatnyo sumondo.
1.Ujong Nonik dari Tanjong bolik,
2.Jompoloan Sonsang Bulu dari Tanjong bolik,
3.Dan Niek Godang Apeh dari Sobotieh.
Selain itu karena orang Mandahiling Napituhuta memang bertugas sebagai penjaga batas-batas wilayah Rambah dengan Rokan IV Koto, sudah sewajarnya raja Rambah memanggil mereka untuk melindungi Kerajaan.
Maka pihak Rambah diwakili para hulubalang Melayu beserta orang-orang Mandahiling Napituhuta, untuk merebut kembali Kerajaan Rambah di Sungai Kumpai dari orang-orang Lubuk bondaro tersebut. Dalam perjanjian itu, orang- orang Mandahiling Napituhuta meminta agar raja Rambah bersEdya memenuhi keinginan dan harapan mereka dalam beberapa butir permohonan, antara lain:
1.
Diperkenankan menggunakan adat kebesaran raja-raja Mandahiling, terutama dalam memakai pakaian kebesaran warna kuning dalam pesta-pesta adat di dalam
kampung Napituhuta atau di Rambah (mengakui adat kebangsawanan Sutan Na Opat dan
Mangaraja Na Tolu).
2.
Meminta agar antara Mandahiling dan Melayu dianggap adik-boradik (bersaudara).
3. Sepakat atas adat pernikahan bahwa:
(a)
kalau mongambik
boru ko kami (menikah lelaki Melayu
(b)
bilo moambiek ko klian (laki- laki Mandahiling menikah dengan wanita Melayu) adatnyo sumondo (anak ikut pada suku ibunya).
Raja Rambah menyanggupi
permintaan tersebut, dan orang-orang Mandahiling Napituhuta mengabadikan tempat perjanjian kesepakatan itu dengan nama Janji
raja. Namun terdapat versi lain mengenai asal-usul nama Janjiraja tersebut.
Nama Janji raja itu berasal dari kata jonjang (tangga) dan rajo (raja). Konon, ketika terjadi perjanjian, pihak raja Rambah sepakat untuk melaksanakannya di dekat
Di atas jonjang itulah raja Rambah duduk saat melakukan perundingan dengan orang-orang Mandahiling, sehingga tempat itu disebut Jonjang
Rajo (tangga raja), kemudian menjadi Janji
raja. (Taslim F. Dt. Mogek Intan, Pasir Pengaraian)
Setelah perjanjian, raja Rambah dengan hulubalang kerajaan beserta orang-orang Mandahiling Napituhuta mendatangi orang Lubuk bondaro yang menduduki kerajaan Rambah di Sungai Kumpai. Peperangan dapat dihindari melalui perundingan damai,
mereka bersedia keluar dari negeri Rambah.
9. REKOMENDASI SEMINAR
a. Penulisan sejarah dan keunikan cerita-cerita mengenai 7 buah kampung (na pitu huta) di Rambah. Digabung dengan sejarah Bangsawan dan asal usul Persukuan di
Rambah.
b. Membuat buku BCB khusus Napitu Huta.
c.
Membangun Museum Digital khazanah Kebudayaan Melayu Mandahiling Sungai Rokan.
d. Melengkapi bahan bacaan (referensi) untuk kajian Batak-Melayu-Mandahiling;
1.
Tuanku Rao, Mangaraja Onggang Parlindungan Siregar, LKiS, Jogjakarta, (2007)
2.
Sejarah Batak, Batara Sangti
Simanjuntak
3.
Almanak HKBP, Universitas HKBP Nommensen
4.
Laporan Sir Thomas Stamford Raffles (Feb
1820)
5.
Antara Fakta dan Khayal; Tuanku Rao; Buya Hamka
6.
Laporan Deutz, seorang Controelur Belanda di
Barus
7.
Laporan ttg Perang Batak Aceh, Mandez Pinto
8.
Een vorst onder de taalgeleerden: Herman Neubronner
van der Tuuk, Taalafgevaardigde voor Indië van het Nederlandsch Bijbelgenootschap 1847-1873, Groeneboer, K., Leiden: KITLV Press. (2002).
9.
Over schrift en uitspraak der Tobasche taal als eerste hoofdstuk eener spraakkunst, Tuuk, H. N. v. d. Amsterdam:
C. A. Spin & Zoon.,
(1855)
10.
Bataksch-Nederduitsch Woordenboek, Tuuk, H. N. v. d., Amsterdam:
F. Muller, (1861a)
11.
Stukken in het Mandailingsch (2)., Tuuk, H. N. v. d., Amsterdam: F. Muller., (1861b)
12.
A Grammar
of Toba Batak
(13), Tuuk, H. N. v. d., The Hague: Martinus Nijhoff, (1971)
13.
Verzameling der Battahschen wetten en instellingen in Mandheling en Pertibie. Gevolgd door een overzigt van land en volk in die streken. Tijdschrift voor Nederlandsch Indië, Willer, T. J., 8(2), 145-424., (1846)
14.
Tarombo ni Borbor Marsada, Mangaraja
Salomo Pasaribu
15.
PUSTAHA BATAK ( P O D A – P O D A ); Poda Ni Si Aji Mamis ini tersimpan di Museum Antropologi Übersee Bremen dengan sebutan sebagai PUSTAHA A 12332.
16.
Culturals Hareir 9 - 21 9 Treasures
of Indonesia’s Cultural
Heritage: Van der Tuuk’s Collection
of Batak Manuscripts in Leiden University Library CLARA BRAKEL-PAPENHUYZEN, (2007)
17.
Batak Fruit of Hindu Thought. Madras: Christian Literature Society., Parkin,
18.
SURAT BATAK FOR MY VERY VERY REASONABLE AND BEARING FRIEND WHO MAINTAINS ANCIENTSCRIPTS.COM MR. LAWRENCE K. LO
19.
SURAT BATAK SEJARAH PERKEMBANGAN TULISAN BATAK Berikut Pedoman Menulis Aksara Batak dan Cap Si Singamangaraja XII Uli Kozok
Ecole française d’Extrême-Orient KPG (Kepustakaan Populer GramEdya),
(2009)
20.
Asia Research Institute Working Paper Series No. 78 Is there a Batak History?
Anthony Reid Asia Research
Institute National University of Singapore ariar@nus.edu.sg, (November
2006)
21.
A Moving History of Middle Sumatra, 1600 –18701 FREEK COLOMBIJN Royal Netherlands Institute of Southeast
Asian and Caribbean Studies (KITLV), Leiden
22.
An AOCOUNT OF THE MALAY “CHIRI” A SANSKRIT
FORMULA. W. E.
MAXWELL, M.R.A.
S.,
Colonial Civil Service
23.
MATRIARCHAAT OP SUMATRA DOOR Dr. G. A. WILKEN., (1888)
24.
TAAL, LAND EN VOLKENKUNDE. UITGEGEVEN DOOR HET BATAVIAASCH
25.
THE MAHAVAMSA OR THE GREAT CHRONICLE OF CEYLON, TRANSLATED INTO ENGLISH BY WILHELM GEIGER, PH:
D., London, (1912)
26.
Palembang as Srivijaya THE LATENESS OF EARLY CITIES IN SOUTHERN SOUTHEAST ASIA Received
17 April 1975, BENNET BRONSON AND JAN WISSEMAN
27.
Some notes on the megalithic remains in Padang Lawas. In: Truman
Simanjuntak, M. Hisam, Bagyo Prasetyo, and Titi Surti Nastiti
(eds.). Archaeology: Indonesian perspective : R.P. Soejono’s festschrift . Sukawati Susetyo,
Jakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, p.
317-, (2006)
28.
Linguistic Varieties in Toba-Batak. In A. Halim, L. Carrington, & S. A. Wurm (Eds.), Papers from the Third International Conference on Austronesian Linguistics (3: Accent on variety),
Sarumpaet, J. P., pp. 27-28).
Canberra: Australian National University, (1982)
29.
Pustaha Tumbaga Holing: Adat Batak - Patik Uhum.Buku I dan II (Cetakan
ke-2 ed. Vol.
1),
Tampubolon,R. P., Jakarta: Dian Utama, (2002)
2 |
30.
Perihal bangsa Batak, Harahap, E. S., Djakarta: Bagian Bahasa, Djawatan Kebudajaan, (1960)
31.
Hata Batak maninggoring. Bagian rangsa ni andung dohot hadatuon, Hariara, J. M., Jakarta: Balai Pustaka.,
(1987)
32.
Majalah L.K.I No. 38, Van Dijk
33.
Raja Batak, Sadar Sibarani, Partano Bato, (2006)
34.
Masyarakat dan Hukum Adat Batak Toba, J. C. Vergouwen, LKiS, Jogjakarta, (2004)
35.
Sejarah Kebudayaan Sumatera,
Dada Meuraxa, (1974)
36.
KERADJAAN MELAJU PURBA (SEKITAR SUKU DI SUMATERA) A T J E H, G A J O, DAIRI/PAKPAK, K A R O, SIMELUNGUN, BATAK TOBA, MANDAILING, MINANG KABAU, N I A S, K U B U, D. L L., oleh : DADA MEURAXA, K A L I D A S A, Medan, (1971)
37.
Śriwijaya: Myth or Reality?,
Roy-William Bottenberg,
Supervisors: Dr. H.I.R. Hinzler & Dr. I.R. Bausch, Leiden, (March 2010)
38.
History of Sumatra, W. Marsden, Second Edytions, London, (MDCCLXXXIV)
39.
40.
Nopens de Politike Tustand in de Rokanstaatjes (1901-1905)
41.
Auf Neuen Wegen Durch Sumatra,
Max Moscowszki (1909), Drs. Yusmar, M.Si., Dinas Pariwisata
dan Kebudayaan Rokan Hulu, 2019
42.
Mededeelingen der afdeling Bestuurszaken der Buitengewesten, Serie A, No. 10, 1927-1930
43.
Hikajat Tanah Hindia, BJG BIEGMAN, (1894)
44.
Reconstruction of Proto-Batak phonology, Adelaar, K. A., Nusa, 10, 1-20. (1981)
45.
History of Theravada Buddhism in South-East Asia with special reference to India and Ceylon by Kanai Lal Hazra M.A., LL.B., Dip. Lang., Ph. D.
Lecturer in Pal i, Calcutta
University
46.
De Maleische Alexanderroman, Pieter Jihannes Van
Leeuwen, (1937)
47.
The History of java, Raffles, Narasi, (2008)
48.
Kesusastraan Klasik melayu Sepanjang Abad, Teuku Iskandar, Penerbit, Libra, jakarta, (1966)
49.
Tafsir Sejarah Nagara Kretagama, Slamet muljana, LKiS, (2006)
50.
Yang Indah, Berfaedah dan kamal, Sejarah Sastra Melayu dalam abad 7-19, Braginsky, INIS, Jakarta, (1998)
51.
Dan publikasi kajian sejarah kebudayaan
Sumatera lainnya.
Manuskrip;
1. ML.100A, Perpusnas
2. ML.143, Perpusnas
3. ML.436, Perpusnas
4. Sulalatussalatin (Sejarah Melayu)
5. Hikayat Hang Tuah
6.
BAB
IV
MASUKAN
DAN TANGGAPAN PESERTA SEMINAR
1.
DRS.
RIDWAN MELAY, M.HUM
DOSEN UNIVERSITAS RIAU,
SEJARAWAN DAN PENGURUS HIMPUNAN KELUARGA ROKAN HULU (HKR) PEKANBARU
Saya mengomentari
secara keseluruhan dan tidak secara terperinci, yang paling menarik sekali yang
disampaikan oleh Pak Edy (Edy Natar Nasution, Penyaji Utama) tadi, tentang empat macam versi Marga Nasution ini,
baiklah saya akan menyebutkan dulu tidaklah hanya pada Marga Nasution saja yang
kita besarkan di sini tetapi juga ada Daulay, Hasibuan, Lubis Najaginon dan
Siregar. Ridwan Melay, menjelaskan karena masa kecilnya bergaul dengan orang Mandailing tetapi sekarang sudah
banyak yang lupa namun apabila orang berbahasa Mandailing saya masih
mengerti dan tidak bisa dibohongi.
Karena ini mengenai
sejarah pak, sejarah itu pasti bisa
menjawab 4W 1H, yaitu what (tentang
apa), where (dimana kejadiannya), when (kapankah itu terjadi), why (mengapa itu
terjadi), how (bagaimana dia berlangsung) kalau ini sudah terpenuhi,
Alhamdulillah pekerjaan tentang menyusun sejarah keberadaan Marga Nasution di
Rokan Hulu akan terungkap dengan sesungguhnya. Saya mendukung dengan sepenuh
hati.
Kemudian saya juga
melihat bahwa penulisan sejarah yang perlu kita ikuti syaratnya, supaya nanti
kalau dibaca oleh orang luar dari Rokan Hulu yang tidak tahu menahu sama
sekali, ada empat :
Yang pertama kita
sebut dengan linguistic, linguistic itu
mencari sumber jadi sumber dari Pak Edy tadi, juga dari Jon Kobet (Junaidi Syam
pemakalah ke 4), Sultan Laut Api (Abdul Malik Nasution, Pemakalah ke 2), akan
sangat-sangat berguna. Soal berapa versi,
kita tidak persoalkan itu, bisa kita ambil sendiri mana versi yang kita anggap
baik, tetapi dalam tulisan sejarah itu harus kita sebutkan juga, karena begitu
cintanya orang tentang cerita itu. Nasib kita tidak sama dengan orang
Australia, di Australia orang inggris menulis tentang bagaimana orang
Australia.
Sejarah hari ini yang kita tulis berdasarkan konstruksi sejarah, ,mungkin Pak Junaidi (Dr, Junaidi, SS, M. Hum, sebagai Moderator Seminar) sudah paham akan hal ini karena orang budayawan kiranya saya harap tidak ada tarik ulur, tidak adalagi penundaan waktu mari kita susun dengan sebaik-baiknya sehingga cita-cita (tujuan) kita tercapai.
Pokok-pokok Tanggapan
dan Masukan dari Drs. Ridwan Melay, M.Hum (Sejarawan Riau, Dosen Universitas
Riau, Pengurus Himpunan Keluarga Rokan Hulu (HKR) Pekanbaru, tentang seminar
ini, adalah :
1. Adanya versi dalam pengungkapan sejarah merupakan hal yang biasa dan banyak terjadi pada peristiwa-peristiwa sejarah lain. (itu tidak perlu dipersoalkan. Namun untuk memperkuat pengungkapan sejarah ini perlu di masukkan pembahasan keterlibatan unsur lain dari sejarah itu. Pada kontek sejarah ini, seperti Marga Daulay, Siregar, Lubis, Hasibuan dan Najanginon yang ikut dalam rombongan. (Penanggap menerima penyajian narasumber seminar dengan menyarankan untuk menambahkan unsur lain yang terlibat dalam rangka memperkuat kupasan sejarah ini).
2. Mendukung sepenuh hati, pengungkapan sejarah ini dan menyarankan untuk menyusunnya sesuai dengan standar penulisan resmi 4W. 1H, yaitu what (tentang apa), where (dimana kejadiannya), when ( kapankah itu terjadi), why ( mengapa itu terjadi), how (bagaimana dia berlangsung).
3. Segera menyusun sejarah ini,
yang di perkaya dengan sumber peristiwa dari berbagai sumber. Sehingga orang
membacanya dapat memahami dan mencintainya.
2. PARUMA SIREGAR (GELAR JABOLINTANG, PESERTA SEMINAR DARI NAPI TU HUTA, HUTA MENAMING RAMBAH)
Ini kalau ini Baliho
itu (Baliho Acara) Mengenal Sejarah, saya sudah berusia pak 70 tahun kalau kita
mengenal sejarah Rokan Kanan ini baru dapat Jenderal yang asli orang Rokan Kanan
Kabupaten Rokan Hulu, ini tak terbantahkan pak.
Sejarah, belum ada
sejarahnya jenderal orang Rokan Kanan ini, ini kan baru Kabupaten ini dulu kan Rokan
Kanan ini, ini baru pak, bapak baru jadi semangat saya betul betul sangat
bangga apalagi Bapak di Provinsi Riau sebagai Wakil Gurbernur Riau.
Marga
Nasution, Marga Siregar, au Mora
nakkinani tu abang saya boleh saya panggil abang, kalau menurut
sejarah Siregar adalah moranya Nasution , au, opungku Nasution, opungku
adalah Boru Sutan Kumalo Bulan asli, yang tidak ada telapak tangannya ujung
tangannya bulat. walaupun tidak ada jari tangannya dia bisa menanam dan menuai
padi pun jadi, membayu (menganyam) pun jadi, itulah Boru Sutan Kumalo Bulan
dari Menaming asli. Jadi saya begini kepada Pak Bupati yang ada disitu saya
tadi mendengar yg dibacakan bapak tadi, di waktu pak Ramlan menjadi Bupati pak
ini kalau saya tidak silap di Rokan Kanan ini dulu, seluruh Datuk-datuk dari Lima
Luhak itu tetap satu kali Enam bulan seminar, penataran (pelatihan), satu kali Enam
bulan penataran itu di waktu pak Ramlan. Haa jadi jadi di situlah kami sampai
sekarang tidak adalagi usulan itu lagi. jadi Bagaimana kami datuk-datuk ini
saya Jabolintang ini, haa jadi bagaimana kami menempatkan diri kepada anak
keponakan.
Kami datuk-datuk ini
pak sangat sulit ada orang yang tidak beradat urusannya ke datuk-datuk, ada
yang nikah kawin urusannya ke datuk-datuk, ada urusan tanah datuk- datuk gajinya tidak ada, kalau Bahasa hita Mandailing
dipangan indahan niba, dikarejohon karejo nalak (dimakan nasi kita,
dikerjakan kerja orang). Jadi saya mohon kepada bapak bupati tolong perhatikan
datuk-datuk yang ada di Kabupaten Rokan Hulu ini yang ada di Lima Luhak berikan
dananya apanya, waktu pengurus waktu Ramlan. Kalau bapak duduk jadi pimpinan ke
depan tolong kita adakan kegiatan-kegiatan seperti pak Ramlan dulu. Berharap Pemerintah
Daerah dan Pemerintah Provinsi memperhatikan adat, kelompok dan asal usul dari Marga
yang ada di Rokan Hulu.
Pokok-pokok Tanggapan dan Masukan dari Paruma Siregar (Gelar Jabolintang, peserta seminar dari Na Pitu Huta, Huta Menaming Rambah), tentang seminar ini, adalah :
1.
Mengatakan bahwa dia telah
berumur 70 tahun baru kali ini mengikuti seminar sejarah yang besar, termasuk
mengutarakan kebanggaanya terhadap penyaji utama seorang Jenderal pertama
putera daerah ini sekaligus sebagai Wakil Gurbernur Riau.
2. Keberadaan Marga Nasution dan Marga lainnya (Siregar, Hasibuan, Daulay, Lubis, dan Najaginon) di Kabupaten Rokan Hulu, mempunyai semangat pekerja keras dalam memenuhi kehidupan sehari-hari, walaupun kadang mempunyai keterbatasan pada dirinya. Dia mencontohkan Opungnya Boru Nasution Puteri Dari Sutan Kumalo Bulan Menaming, dalam kondisi disabilitas tetapi tetap bekerja berladang dan menganyam tikar.
3. Bahwa dulunya kehidupan adat dan istiadat hidup dan berkembang secara baik serta harmonis sehingga terjadi kerukunan dan kekerabatan antara datuk-datuk adat dengan anak keponakan saling harga menghargai. Namun sekarang mengalami kemunduran oleh sebab itu dia berharap perlu ada perhatian dari Pemerintah baik Kabupaten maupun Provinsi.
4. Dia
mendukung adanya pelaksanaan seminar ini.
4. PARU
NASUTION
(SUTAN
MANGA RAJA DI ACEH PERWAKILAN NASUTION DARI SUMATERA UTARA)
Bapak- bapak ibu sekalian dari paparan yang disampaikan tadi sebetulnya sejarah keberadaan orang Mandailing di Rokan Hulu ini Nampaknya belum terungkap sebagaimana yang kita inginkan begitu, tadi pak Abdul Malik sudah menyampaikan tetapi mungkin dari kajian sejarah ada yang perlu berpikir sejarah itu untuk bisa menarik di mata orang yaitu Namanya berpikir kronologis.
Sejarah itukan dari Sajaroh,
sajaroh itu artinya dari asalnya terus berpikir sehingga orang mengikutinya
menjadi tertarik cerita itu dari pangkal sampai ke ujung. Kelemahannya sedikit
ini makanya perlu dikaji dari mana datangnya orang Mandailing ke Rokan Hulu
ini? Berapa Sukunya dipegang betul lalu digiring betul dari penemuan ini dan ini
secara kronologis terus gini dan gini terus sampai ke Rokan Hulu, di Rokan Hulu
di mana mereka bertempat tinggal, kalau dia tidak berpikir kronologis terputus
maksudnya tak ada kaitan kejadian ini dengan berikutnya maka orang tidak
tertarik untuk membacanya. Akhirnya saripatinya pun tak dapat diambil orang,
jadi selain yang disampaikan kawan yang mengajar sejarah itu (Ridwan Melay )
saya pun juga belajar sejarah, gapapa itu digabung juga tidak apa-apa. Artinya
disamping yang disampaikan tadi berfikir secara kronologis
seperti yang disampaikan oleh bapak wakil gubernur tadi, itu bagus itu, beliau ini luas sebetulnya ini ,
bagus cara berpikirnya Namanya runtut sistematis dan kronologis. Jika itu bisa kita kemukakan ke khalayak
ramai maka satu Ketika orang akan datang kesini bertamasya, bertamasya melihat
keindahan masjid, bertamasya melihat peran orang-orang Mandailing yang ada di Rokan
Hulu bahkan apa yang disampaikan oleh bapak Wakil Gubernur tadi bahwa sudah
dibuka jalan ke tempat situs-situs sejarah yang ada marga Nasutionnya yang
disampaikan tadi. Sangat sangat mendukung, sebab itu nanti pemasukan yang
sangat bagus untuk Rokan Hulu, dengan
banyaknya orang berkumpul Negeri kita menjadi hidup, Hotel-hotel bisa hidup, Penginapan
bisa maka orang akan berkunjung ke sini sekedar melihat sejarah peran
orang-orang Mandailing yang datang dulu dari aslinya. Taroklah yang dari panyabungan
aduh pergi kemana terus sampai kesini.
Pokok-pokok Tanggapan
dan Masukan dari Paru Nasution (Sutan Mangaraja Di Aceh Perwakilan Nasution
dari Sumatera Utara), tentang seminar ini, adalah :
1.
Mengatakan bahwa Sejarah
Marga Nasution dan Etnis Mandailing Rokan Hulu selama ini belum terungkap
secara tuntas, dalam arti secara kronologis (Runtut).
2.
Sejarah Marga Nasution dan
Etnis Mandailing menurut Paru Nasution perlu disusun secara kronologis dalam
dan menarik dengan tahapan-tahapan yang jelas dan terang, dari mana berasal
kemudian tujuannya kemana, siapa saja rombongannya selanjutnya sampai ke Rokan
Hulu, di mana dia bertempat tinggal , kenapa dia sampai ke Rokan Hulu, Siapa
yang memfasilitasi atau membantunya sampai ke Rokan Hulu, sehingga
urutan-urutan kejadiannya menjadi teratur sistematis dan runtut.
3.
kronologis seperti yang
disampaikan oleh bapak Wakil Gubernur itu
bagus cara berpikirnya, sekarang tinggal menyusunnya secara runtut
sistematis dan kronologis.
4. Paru
Nasution menyarankan untuk melengkapi sejarah Asal Usul Marga Nasution dan
Etnis Mandailing di Kabupaten Rokan Hulu sampai kepada kehidupan masyarakat Mandailing
dengan masyarakat Melayu dari tahapan-tahapan sampai saat ini, seperti menggali
lebih dalam peradaban yang terjadi, sampai kepada pengukapan sejarah dan situs
yang ada untuk dapat dikembangkan menjadi destinasi Wisata yang pada akhirnya
memberikan kontribusi kepada kemajuan masyarakat dan daerah Kabupaten Rokan
Hulu.
BAB
V
JAWABAN
DAN TANGGAPAN OLEH PENYAJI UTAMA SEMINAR
BRIGJEND. PURN. TNI. H. EDY AFRIZAL NATAR
NASUTION, S.IP
POKOK-POKOK JAWABAN DARI PENYAJI TERHADAP
TANGGAPAN DAN MASUKAN DARI PESERTA SEMINAR
Terhadap tanggapan
dan masukan dari Peserta Seminar, Narasumber sepakat untuk dijawab dan
ditanggapi oleh Penyaji Utama. Adapun pokok-pokok jawaban dari Wakil
gubernur Brigjen. Purnawirawan. TNI. H. Edy Afrizal Natar Nasution, S.IP adalah
:
1. Jawaban atas tanggapan dari Prof. Paru Samhudi dari Nasution Sumatera Utara. Bahwa apa yang dikatakan Prof. Samhudi agar sejarah ini dapat dikemas atau disusun secara sistematis, analitis, terurai, berkesimpulan, saya setuju dan mendukung penuh karena sajian dalam seminar ini baru mengungkapkan fakta yang saya pelajari berdasarkan Tarombo. Inilah ke depan akan kita dalami dan lengkapi lagi.
2.Jawaban atas tanggapan dari Ridwan Melay Sejarawan Riau, Perwakilan Masyarakat Kabupaten Rokan Hulu di Pekanbaru. Bahwa Marga Nasution adalah salah satu dari Lima Marga dari Etnis Mandailing (Siregar, Lubis, Daulay, Hasibuan, Najaginon) yang datang ke Rokan Hulu pada abad ke 14 itu adalah fakta sejarah yang tidak bisa dipungkiri, bahwa saudara-saudara saya yang ada di Sumatera Utara agar memahami Tujuh anak dari Sibaroar, Tiga diantaranya ada di Riau sementara Empat ada di Sumatera Utara. Kalau kita lihat dari sejarah yang saya sampaikan berdasarkan tulisan di Tarombo Nasution pada saat itu hanya ada Dua, Raja Solut yang masih berusia 14 Tahun dengan Raja Namora Gompar yang umurnya masih 9 Tahun, sementara saudaranya semua ada di Sumatera Utara, terjadi perang saudara inilah yang diselamatkan Neneknya Boru Na Mora Suri Andung Jati. Pengungkapan ini bukan berarti melemahkan peran dan kontribusi marga-marga lain (Siregar, Lubis, Daulay, Hasibuan, Najaginon), karena rombongan 47 Kepala Keluarga terdiri dari Lima Marga tadi adalah orang-orang yang berinisiatif memberikan saran masukan kepada Suri Andung Jati sampai pada akhirnya bisa menulis sejarah ini secara runtut, dan pada akhirnya mungkin diteruskan oleh marga Nasution ini. Artinya peran Lima Marga lainnya sangat besar. Berkaitan dengan tulisan ini, harus memenuhi unsur 5W 1H, kalau istilah saya di Militer SIABIBADIMA (Siapa, Apa, Bilamana, Bagaimana, Dimana, Mengapa), akan kita sesuaikan dengan pengkayaan-pengkayaan lainnya.
3. Kemudian berbicara masalah kebenaran sejarah saya yakin sejarah ini tidak akan pernah bisa tertulis seperti apa adanya secara runtut dengan lebih dari 700 Tahun, pasti ada periode tertentu yang mungkin itu tidak akan berlanjut atau terputus karena tidak semua orang tertarik dengan penulisan sejarah ini. Dalam periodesasi 700 Tahun tentu juga itu terjadi, tetapi apapun itu kalau saya melihat apa yang tercantum dalam Tarombo itu sudah sangat-sangat luar biasa.
4. Satu hal yang membuat keyakinan saya tinggi dengan fakta sejarah ini di dalam Tarombo tersebut, terdapat Tulisan Tangan Ayah saya, 13 Urutan Silsilah Keturunan sampai ke Sibaroar bahkan sampai ke Sultan Harun Arrasyid, esensinya adalah keberadaan Suku Nasution dan Rtnis Mandailing Rokan Hulu di Riau ini sudah ada sejak Tahun 1400 (berabad abad yang lalu).
5. Kemudian perlu dicatat bahwa Etnis Mandailing sangat diterima baik oleh orang-orang melayu Lima Nan Luhak ini (Lima Luhak), karena tidak akan mungkin dia bisa bertahan ada di sini tanpa ada penerimaan yang sangat baik dari orang Melayu.
Ini
yang ingin saya katakan pada audiens sekalian, terimakasih.
BAB
VI
KESIMPULAN
Berdasarkan Hasil
Seminar, diperoleh pokok-pokok sebagai berikut :
1. Bahwa keberadaan Marga Nasution tidak diragukan baik secara Lokal maupun Nasional, terbukti
Marga Nasution telah tercatat sebagai orang-orang penting dan mempunyai
kedudukan tinggi baik di tingkat Nasional maupun Daerah seperti Jenderal Abdul Haris Nasution, serta
memegang posisi-posisi strategis baik di Pemerintahan maupun di tempat lainnya.
2. Sejarah adanya Marga Nasution ini juga sudah ada, baik berupa penuturan dalam bentuk cerita masyarakat maupun dalam
bentuk publikasi berupa buku.
3. Sejauh ini, khusus berupa buku dan cerita yang berkembang di masyarakat
ada Tiga Versi Sejarah asal mula adanya Marga Nasution yaitu :
a. Versi Tapanuli Utara,
b. Versi Tapanuli Selatan,
c. Versi Minangkabau,
Ketiga versi tersebut
sangat memberikan informasi dan keterangan tentang keberadaan Marga Nasution,
dan sependapat bahwa Marga Nasution bermula dari SIBAROAR akan tetapi belum
terungkap asal mula dari Sibaroar ini secara jelas dan runtut serta Silsilah
yang jelas, selain itu keturunan Sibaroar sebagai penerus Marga Nasution juga
belum dilengkapi dengan silsilah yang jelas serta lokasi atau tempat keturunan
tersebut berada dan berkembang (seperti berapa orang anak Sibaroar, dimana
anaknya bertempat tinggal, kenapa terjadinya perang saudara, bagaimana kondisi
perang saudara, bagaimana kondisinya setelah perang saudara), selain itu belum
terungkap berupa bukti atau tanda peristiwa atau kejadian sebagai pendukung dan
penguat terjadinya sejarah tersebut.
4. Seminar ini bertujuan untuk disamping memperkaya dan memperdalam asal-usul Marga Nasution melengkapi dan mengungkapkan hal-hal yang berkaitan dengan silsilah, kejadian dan peristiwa serta bukti atau tanda dari sejarah itu ada. Sehingga disamping dapat dipakai sebagai bahan perbandingan diharapkan juga dapat dijadikan sebagai usaha penyempurnaan untuk dijadikan sebagai referensi dan pedoman serta pegangan bagi generasi sekarang maupun yang akan datang. Dengan pelaksanaan seminar yang melibatkan beberapa narasumber serta pendapat berbagai elemen komponen masyarakat yang ada diharapkan Tabir Asal-Usul Marga Nasution semakin terbuka dan terang serta semakin jelas dan terpercaya.
5. Berdasarkan
kajian Tarombo, penyajian dari Penyaji Narasumber Utama dan Penyaji Tiga Narasumber
Pendukung serta tanggapan dan masukan
dari beberapa komponen dan elemen masyarakat baik dari Akademisi, Sejarawan, Budayawan
Adat, Peserta dalam seminar maka diperoleh hasil sebagai berikut:,
Menurut versi Rambah asal-usul Marga
Nasution dan Etnis Mandailing di Roakan Hulu adalah sebagai berikut :
1.
Sultan Harun Arrasyid – Raja Baghdad (Irak)
2.
Sultan Mahmud
Syah – Raja Baghdad (Irak)
3.
Pangeran Raja, Sultan
Iskandar Muda (Irak)
· (Penerus Tahta Kerajaan) menolak dijodohkan dengan gadis pilihan Raja
(Ayahnya).
· Pangeran mendapat hukuman penjara sebagai pelajaran dari Ayahnya.
· Pangeran bermimpi bertemu perempuan yang sangat cantik, seolah kejadian
nyata di sebuah Danau yang indah sedang mandi, dengan bukti memberikan sehelai rambut
sebagai kenangan mereka bisa bertemu langsung.
· Berdasarkan mimpi tersebut Pangeran (Sultan Iskandar Muda) mohon izin
kepada Ayahnya (Raja Sultan Mahmud Syah) untuk mencari dan mendapatkan perempuan
sebagaimana yang ada dalam mimpinya.
· Setelah mendapat izin dan restu dari ayahnya (Raja Sultan Mahmud Syah)
maka Sultan Iskandar Muda mengembara dengan mengikuti kapal Saudagar Arab ke arah Timur (Masyriq) untuk mencari Danau tempat mandi Perempuan yang
sangat cantik dalam mimpinya tersebut.
· Dalam pengembaraannya Sultan Iskandar Muda sampailah ke suatu tempat
seperti yang tergambar di dalam mimpinya menemukan seorang Perempuan cantik di Tepian Danau (di Tepian Nauli Dolok Martimbang Danau Toba).
· Perempuan tersebut adalah Puteri Kerajaan Khayangan (Sibunian) yang
berwujud manusia.
· Berdasarkan kebiasaannya Puteri ini
melaksanakan Ritual Mandi Bunga sekali dalam Seminggu.
· Setelah pertemuan ini selanjutnya membuat di antara mereka saling
tertarik diikuti dengan hubungan yang saling akrab sampai akhirnya Sultan Iskandar Muda Mempersunting Puteri Khayangan tersebut menjadi Istrinya (Danau Toba Sumatera Utara).
· Seiring berjalannya waktu pasangan ini mendapatkan buah hati dua orang anak Laki-laki, yaitu :
1.
Singa Mangaraja
2.
Sibaroar
· Dalam kondisi kehidupan yang harmonis pasangan ini, suatu Ketika Sultan
Iskandar Muda mendapatkan tantangan dari seorang Raja dari luar wilayahnya
yaitu Raja Abu untuk melaksanakan adu ayam.
· Tantangan Raja tersebut disambut oleh Sultan Iskandar Muda.
· Maka diadakanlah adu ayam antara Sultan Iskandar Muda dengan Raja Abu,
dalam pertandingan itu Ayam Sultan Iskandar Muda
menang sekaligus dapat mengalahkan ayam Raja Abu.
· Kekalahan ayam Raja Abu memicu perkelahian dan pertarungan langsung
antara Sultan Iskandar Muda dan Raja Abu.
· Dalam pertarungan dan perkelahian tersebut Raja Abu pun mengalami
kekalahan karena Sultan Iskandar Muda mempunyai ilmu dan kelebihan yang dapat
menghilang (Diberi gelar Sutan Penyalingan).
· Akhirnya setelah pertarungan dan perkelahian berlangsung beberapa hari
Sultan Iskandar Muda menghilang dari pandangan Raja Abu, menghilangnya ini
tidak pernah Kembali lagi. (sampai sekarang tidak diketahui dan tidak dapat
ditelusuri keberadaannya).
· Sementara disisi lain Istri Sultan
Iskandar Muda dalam kondisi hamil tua menunggu sekian lama Sultan Iskandar Muda
tidak Kembali dan tidak ada kabar beritanya merasa kehilangan.
· Setelah menunggu sekian lama sampai anak yang dikandungnya lahir
(Sibaroar), Istri Sultan Iskandar Muda berusaha mencari suaminya ke arah Selatan
dengan ditemani seekor anjing (…) dan membawa anak keduanya (Sibaroar) yang
masih kecil. Sementara anaknya yang pertama Singa Mangaraja ditinggalkannya
(sehingga kelanjutan kisah anak yang pertama ini menjadi terputus).
· Dalam perjalanannya sampailah Istri Sultan Iskandar Muda di suatu tempat untuk beristirahat.
· Tempat istirahat mereka ini diketahui oleh masyarakat sehingga
keberadaan mereka disampaikan kepada Rajanya yang bernama Raja Abu.
· Dari laporan tersebut Raja Abu memerintahkan untuk membawa istri Sultan
Iskandar Muda dan anaknya untuk menghadap Raja, namun utusan raja tidak berhasil membawanya karena banyaknya
halangan dan rintangan yang dihadapi, bahkan Raja Abu sampai mengutus Tiga Kali utusan untuk membawa istri Sultan Iskandar Muda dan anaknya
menghadap raja akan tetapi tetap gagal sehingga sampai kepada sebutan “Nan
Sakti On” (menjadi Nasution).
· Dengan demikian istri Sultan Iskandar Muda dan anaknya Sibaroar dapat
tinggal di
tempat tersebut dan Raja Abu tidak lagi memerintahkan
pengawalnya untuk membawa mereka menghadap
kepada Raja Abu, namun keberadaan mereka tetap dipantau.
· Di
tempat tersebutlah istri Sultan Iskandar Muda dan
anaknya Sibaroar hidup dengan hasil hutan dan bercocok tanam.
· Seiring dengan berjalannya waktu beberapa warga yang ada di sekitar tempat itu bergabung dengan istri Sultan Iskandar Muda dan
anaknya Sibaroar, lama kelamaan kumpulan tersebut menjadi bertambah besar
sampai berjumlah puluhan keluarga.
· Karena tempat tersebut telah mulai banyak, maka muncul inisiatif dari
mereka untuk membuat atau menunjuk pimpinan atau orang yang dituakan dalam
kelompok tersebut, dimana kelompok sepakat menunjuk istri Sultan Iskandar Muda
sebagai pimpinan mereka (Sutan Perempuan).
· Tempat ini bernama Negeri Padang Garugur dengan dikepalai oleh seorang
Raja bernama Sutan Perempuan dia lah Opung Boru Na Mora Suri Andung
Jati.
· Adapun Sibaroar anak dari Sutan Perempuan dari hari ke hari tumbuh besar
sekaligus menunjukkan kelebihan-kelebihannya baik dalam bergaul maupun dalam
berusaha serta keterampilannya dalam berburu dan menantang binatang buas
sehingga keberadaan Sibaroar diakui dan disegani oleh orang-orang yang berada
disekitarnya sampai keluar daerahnya.
· Dalam perkembangan selanjutnya tempat ini terus berkembang seiring
dengan makin dewasanya Sibaroar mempunyai istri sementara Sutan Perempuan sudah
mulai Renta maka atas pertimbangan dan persetujuan kelompok masyarakat Sutan
Perempuan menyerahkan Kekuasaannya kepada Sibaroar .
· Dibawah kepemimpinan Sibaroar Negeri Padang Garugur semakin berkembang
dan maju
· Sementara dalam kehidupan keluarga Sibaroar sendiri ia mempunyai Tujuh orang anak yang terdiri dari Enam Laki-laki dan Satu Perempuan.
·
Dimana setelah
anak-anaknya cukup umur dan dipandang cakap untuk menjadi pemimpin satu
kelompok maka anaknya ditunjuk sebagai pemimpin atau Raja dan diberikan wilayah
kekuasaan tersendiri seperti anak pertama bernama Sutan Iskandar, mengambil
nama dari opung (Kakeknya) yang bernama Iskandar Muda, dan beliau menjadi Raja
Huta Siantar. Anak kedua seorang wanita satu-satunya, bernama Suri Lindung Bulan,
dia menjadi Permaisuri Raja Tambusai yaitu Tuanku Syah Alam. Anak ketiga bernama Sutan Katimbang di Langit
menjadi Raja di Huta Portibi. Anak keempat bernama Sutan Batara Guru,
menjadi Raja di Huta Puli Tambangan. Anak kelima bernama Sutan di Atas Langit,
menjadi Raja di Huta Gunung Baringin.
Anak ke
Enam bernama Sutan Tua Raja Solut, menjadi Raja di
Batang Samo, serta anak ketujuh yang paling kecil bernama Namora Gompar Sutan
Sinomba Sinoru, menjadi Raja di Sungai Garingging.
BAB
VII
SITUS SEJARAH BUKTI
NAPITU
HUTA LUHAK RAMBAH
1. JEJAK KAKI BORU
NAMORA SURI ANDUNG JATI GELAR SUTAN PEREMPUAN DI HUTA HAITI
2.
BAGAS RARANGAN BORU NAMORA SURI ANDUNG JATI
3. MAKAM SI SOLUT GELAR SUTAN TUA
DI HUTA BATANG SAMO LOLOT
4. MAKAM SI PANYOLUT GELAR SUTAN NAMORA RAJA
GOMPAR DI HUTA RIMBARU (KUBU BARU)
6. MAKAM SUTANG KUMALO BULAN, TELUK RITI
Jika dilihat dari perjalanan sejarah, Sutan Laut Api yang
ada di Luhak Rambah saat ini merupakan Sutan Laut Api yang ke –VII. Adapun
Sutan Laut Api beserta keturunannya adalah:
1.
Sutan Laut Api I bernama………………. dengan
keturunannya.
1.
…………….
2.
…………….
3.
…………….
4.
…………….
5.
…………….
2.
Sutan Laut Api II bernama Maraja Toras dengan
keturunannya
1.
Alm. H A. Natar Nasution
2.
Umar Nasution
3.
Arif Nasution
4.
Drs. H Bukhori Nasution
5.
Jasman SH Nasution
6.
Sahara Nasution
7.
Rosidah Nasution
3.
Sutan Laut Api III bernama Tengku H Soman
dengan keturunannya
1.
Sholeh Nasution
2.
Badul Nasution
3.
Suman Nasution
4.
Kamidin Nasution
5.
Ridwan Nasution
6.
Dalian Nasution
7.
Lamah Nasution
8.
Tisah Nasution
9.
Rosmaniar Nasution
4.
Sutan Laut Api IV bernama Jalelo dengan
keturunannya
1.
………………..
2.
………………..
3.
……………….
4.
……………….
5.
Sutan Laut Api V bernama Tengku H. Muhammad
Dahlan dengan keturunannya
1.
Yahya Nasution
2.
Amiruddin Nasution
3.
H. Said Nasution
4.
Aminuddin Nasution
6.
Sutan Laut Api VI bernama Amiruddin dengan keturunannya
1.
Nasrul Nasution
2.
Amris Nasution
3.
Emi Nasution
4.
Rosita Nasution
Untuk Foto Makam Sutan Laut Api ke- II, III dan IV belum
dapat di akses karena sulitnya medan (Belukar Rotan) menuju lokasi tersebut.
Walaupun letaknya masih saling berkaitan hanya berjarak sekitar 300 meter dari
Makam Sutan Laut Api Ke-I.
KOORDINAT LOKASI SITUS MAKAM ETNIS MANDAILING
1.
Makam Sutan
Namora Raja Gompar (Makam Duduk) di Kubu Baru
DAFTAR PUSTAKA
Darliana,
Helpi Zein, Dkk, 2017, Laporan Penelitian dan Pendataan Benda Cagar budaya Kabupaten Rokan
Hulu, Disparbudrohul, Pasir Pengaraian.
Helpi
Yansen, Hendra, 2009, Hutan Kholifah (Tanah Ulayat): Kajian Tentang Pelestarian Hutan Pada
Masyarakat Mandailing Pasir Pengaraian-Rokan Hulu, USU Library, Medan.
Koentjaraningrat, 1990, Pengantar Antropologi, Rineka Cipta,
Jakarta
1997, Manusia dan
Kebudayaan di Indonesia, Djambatan, Jakarta
Malik
Nasution, Drs. Abdul, 2010, Sejarah keberadaan Bangsa (Suku) Mandailing
Napitu Huta di Luhak Rambah Rokan Hulu,
Tidak diterbitkan.
Malik
Nasution, Drs. Abdul, 2014, Sejarah kuburan Duduk (Makam Naihubu) di
Huta Rimbaru (Kubu Baru) di Luhak Rambah Rokan Hulu, Tidak diterbitkan.
Selo Soermardjan dan Soelaeman
Soemardi, 1964, Setangkai Bunga Sosiologi,
Yayasan Badan Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
Jakarta.
Tim Penyusun PPKD, 2018, Pokok-pokok Pikiran Kebudayaan Daerah
Kabupaten Rokan Hulu, Disparbudrohul, Pasir Pengaraian.
Poerwanto, DR. Hari, 2005, Kebudayaan dan Lingkungan dalam Prespektif
Antropologi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Syam, Yusri, 2012, Cagar budaya Kabupaten Rokan Hulu,
Disparbudrohul, Pasir Pengaraian.
Syam, Junaidi, 2015, Cagar budaya Bergerak; Kabupaten Rokan Hulu, Disparbudrohul, Pasir Pengaraian.
Komentar
Posting Komentar