Langsung ke konten utama

SEJARAH MARGA NASUTION DAN ETNIS MANDAILING DI KAB. ROKAN HULU

 

MAKALAH TENTANG

SEJARAH ASAL USUL

MARGA NASUTION

 

DISAMPAIKAN PADA ACARA SEMINAR MENELUSURI SEJARAH MARGA NASUTION

DAN ETNIS MANDAILING

DI KAB. ROKAN HULU

DISAMPAIKAN OLEH :

BRIGJEND (PURN) H. EDY AFRIZAL NATAR NASUTION, S.IP

WAKIL GUBERNUR RIAU

DI CONVENTION HALL MASJID AGUNG

ISLAMIC CENTER PASIR PENGARAIAN

KABUPATEN ROKAN HULU – RIAU

 

Empat versi keturunan Marga Nasution yang populer dan berkembang di tengah masyarakat

 

1.       Versi Tapanuli Utara

2.      Versi Minang Kabau

3.     Versi Tapanuli Selatan

4.     Versi Rambah Rokan Hulu

 

 

1. VERSI TAPANULI UTARA

 

Marga Siahaan mengaku bahwa Marga Nasution merupakan keturunan dari mereka. Menurut legenda yang berkembang, Satu di antara sekian anaknya Siahaan ini ada yang sangat nakal dan tidak patuh kepada orang tuanya dan anak ini bernama Sibaroar, Pada kisah selanjutnya dikabarkan bahwa Sibaroar ini pergi merantau ke Tapanuli Selatan dan sampailah akhirnya ia kawin disana dan dari keturunannya inilah berawalnya marga Nasution, namun tidak pernah ada penjelasaan lengkap tentang siapa ibu dari Sibaroar ini dan bagaimana proses perkembangan selanjutnya.


2. VERSI MINANGKABAU

 

Seorang anak yang bernama Sibaroar itu konon menurut mereka berasal dari minang kabau, dan merupakan keturunan bunda kandung dari kerajaan Minang Kabau. Sibaroar ini merupakan seorang anak yang suka merantau. Dalam perantauannya sampailah anak ini di Tapanuli Selatan dan akhirnya kawin dengan seorang wanita disana, Keturunan dari Sibaroar inilah yang menurut mereka merupakan awal dari Marga Nasution, tapi siapa ibu dari Sibaroar ini yang mereka sebut sebagai Bunda Kandung, juga siapa ayahnya tidak pernah ada penjelasaan.

 

Dalam perkembangan selanjutnya, hasil dari interaksi dan asimilasi orang-orang keturunan Mandailing yang berada di Minang Kabau ini telah terjadi kacau balau dalam hal adat.

 

Marga yang diturunkan disana bukan berasal dari turunan ayah tetapi dari ibunya. Jadi kalau ada kita temukan seorang yang bermarga Nasution, dikarenakan ibunyalah yang bermarga Nasution bukan dari ayahnya, seperti yang berlaku pada umumnya mereka beradat si Mando.

 

3. VERSI TAPANULI SELATAN

 

Menurut sebagian Marga Nasution yang berada di Tapanuli Selatan ini, keturunan mereka berasal dari keturunan Raja Pulungan. Dikisahkan bahwa pada masa itu, seorang raja tidak boleh memiliki istri lebih dari satu apalagi sampai tiga dan seterusnya, Permaisuri Raja hanya ada satu. Kalau terjadi ada Raja kawin lagi maka itu hanya dijadikan Selir saja. Menurut versi Tapanuli Selatan ini, pada saat itu Raja Pulungan memang hanya memiliki seorang Permaisuri. Tapi Raja juga memiliki seorang selir. Ketika itu Permaisuri raja sedang hamil.

 

Rupanya dalam waktu yang bersamaan Selirnya juga hamil. Tak lama setelah Permaisuri melahirkan menyusul pula Selirnya melahirkan. Kedua anak yang dilahirkan ini baik dari Permaisuri maupun dari Selir, kedua-duanya berjenis kelamin laki-laki. Anak yang berasal dari selir inilah Sibaroar, Kebetulan kedua wajah anak ini sangat mirip dan sama-sama lincah.

 

Dari cerita sejarah selanjutnya, pada saat itu, Istana Raja Pulungan ini akan dilakukan Pemugaran, dan tiang besar istana itu akan diganti.

Menurut Kepercayaan orang-orang istana, setiap penggantian tiang besar Istana, harus diSemah dengan kepala anak manusia.

 

Permaisuri yang telah mendengar dan mengetahui tentang kabar ini, lalu berusaha keras agar yang akan dijadikan korban untuk semah bukan kepala anaknya tapi kepala dari anak selirnya.  Rencana Pemugaran tiang istana sudah semakin dekat.  Hati Permaisuri semakin resah, maka ditengah kegundahan hati itulah permaisuri memanggil beberapa hulu balang istana dan memerintahkan agar para hulu balang memberikan tanda dikening anak dengan tujuan agar nanti memudahkan ketika akan ditangkap untuk dijadikan korban.

 

Namanya anak kecil yang sering bermain bersama, salah satu kebiasaannya adalah suka mencontoh dan meniru antara yang satu dan lainnya dan itu pulalah yang terjadi dengan anak si permaisuri ini. Melihat di kening saudaranya ada sebuah tanda, maka ia pun ingin meniru dan diambil kapur, lalu dibuatnya pula tanda yang sama pada keningnya sendiri dengan kapur itu. 

 

Selesai ia memberi tanda dikeningnya, karena merasa kelelahan setelah bermain-main seharian, maka Sibaroar pun pulang dan tertidur.  Ternyata pada saat tidur itulah, anak Si Permaisuri tadi yang asik bermain sendirian ditangkap dan dijadikan korban oleh para Hulu Balang.  Setelah semua peristiwa terjadi, dan pada saat Sibaroar bangun dari tidur, dia pun berlari ingin mencari saudaranya untuk diajak bermain.

 

Tapi alangkah terkejutnya Permaisuri dan Para petinggi kerajaan ketika melihat Sibaroar masih hidup dan dikeningnya juga memiliki tanda seperti yang ada dikening saudaranya yang sudah terlanjur menjadi korban.  Lalu bertanyalah para petinggi istana kepada Sibaroar perihal tanda yang ada di keningnya itu. Sibaroar pun bercerita, “Adikku suka melihat aku memiliki tanda di kening, lalu dia juga ingin seperti aku.  Itu sebabnya dia mengambil kapur dan membuat sendiri tanda yang sama seperti di kening ku biar dia bisa seperti aku”, jelas si Sibaroar.

 

“Selesai adikku membuat tanda di kening, akupun pulang lalu aku tidur”, jelas Sibaroar lebih lanjut, namun apa daya semua peristiwa sudah terjadi, dan peristiwa terhindarnya Sibaroar dari maut ini oleh orang-orang pada waktu itu malah dinilai sebagai salah satu bentuk kesaktian yang ada pada diri Sibaroar sehingga ia masih tetap hidup dan bisa meneruskan keturunannya hingga saat ini, (itu sebabnya pada saat itu orang-orang menyebutnya dengan kata “NASAKTION”, dan akhirnya menjadi "NASUTION".) Sebagai bentuk pengakuan terhadap kesaktian Sibaroar. 

 

Namun kami dari Marga Nasution yang berada di Rokan Hulu ini tidak mempercayai versi ini karena menurut Marga Nasution yang berada di Rokan Hulu, versi ini masih banyak meninggalkan pertanyaan yang tidak bisa dijawab dengan tuntas termasuk bukti otentiknya, meskipun versi ini banyak diyakini oleh saudara kita Nasution yang berada di Tapanuli Selatan.


4. VERSI RAMBAH ROKAN HULU

 

Versi ini adalah versi yang diyakini oleh kami Marga Nasution yang berada di Rambah dan Kaiti, Rokan Hulu, sebagai versi yang benar dan dapat dipertangungjawabkan.  Karena selain memiliki alur kisah yang runtut dari awal hingga akhir peristiwa, juga didukung dengan bukti-bukti otentik seperti adanya makam dari masing-masing tokoh yang dikisahkan, diantaranya: Tiga Makam Raja Godang sebagai bukti otentik sejarah, yang pertama makam Suri Andung Jati atau Sutan Perempuan yang merupakan Ibu kandung dari Sibaroar, makam tersebut berada di Kaiti.

 Sebenarnya makam tersebut merupakan bekas telapak kaki dari Sutan Perempuan ketika untuk terakhir kali beliau berdiri di tempat tersebut memberi arahan kepada para anak cucunya sebelum akhirnya menghilang. Yang kedua adalah makam anak ke enam dari Sibaroar bergelar Sutan Solut, makam tersebut berada di Batang Samo berdekatan dengan makam istrinya. Dan yang ketiga adalah makam anak nomor 7 dari Sibaroar, bernama Raja Gompar dan bergelar Sutan Namora Raja Gompar, makam tersebut berada di Huta Rimboru dan ini merupakan garis keturunan langsung dari ayah dan opung kami.

 Menurut versi Rambah Rokan Hulu, Sibaroar yang merupakan anak yang terkenal dengan kesaktiannya merupakan buah perkawinan antara Sutan Iskandar Muda Pitala Guru, bergelar Sutan Penyalinan dengan Suri Andung Jati, bergelar Sutan Perempuan.  Sutan Iskandar Muda adalah keturunan dari Sutan Mahmud Syah Kerajaan Irak, dan Sutan Mahmud Syah ini merupakan keturunan dari Sutan Harunurrasyid, Kerajaan Baghdad, Irak, Jazirah Arab.  Sementara ibunya yang bernama Suri Andung Jati yang bergelar Sutan Perempuan ini merupakan keturunan dari Sutan Sinomba Sinoru, yang berasal dari Kerajaan Kayangan, Lumban Julu, Indonesia.

 

·     Pertemuan antara ayah dan ibu Sibaroar ini terjadi di Tapian Nauli, Dolok Martimbang, Danau Toba. 

·     Di dalam sejarah versi Tarombo yang ada pada saya, Sutan Iskandar Muda ini, meskipun pada masa itu telah berumur lebih dari 30 tahun, tetapi dia belum juga mau menikah, dan hal ini telah menyebabkan ayahnya marah, lalu dimasukkanlah Sutan Iskandar Muda ini ke dalam penjara  dengan maksud untuk memberi pelajaran agar dia sebagai seorang putra raja yang nantinya akan meneruskan tahta kerajaan, mau menikahi seorang gadis pilihan raja. 

·     ketika masih di dalam penjara itulah, di suatu malam Sutan Iskandar Muda ini bermimpi bertemu dengan seorang Putri yang sangat cantik dan mimpi itu begitu nyata seakan benar-benar terjadi.  Di dalam mimpi itu, dia melihat ada seorang wanita cantik sedang mandi di sebuah danau yang indah dan terjadilah pertemuan di antara mereka di pinggir danau yang indah itu.  Sebelum mereka berpisah, si wanita sempat memberi sehelai rambutnya sebagai kenangan agar suatu saat nanti mereka bisa bertemu kembali di danau tersebut.  Rupanya si wanita ini adalah seorang Putri yang berasal dari Kerajaan Kayangan.  Putri ini memiliki kebiasaan, sekali dalam seminggu selalu turun ke pinggir danau untuk melakukan mandi bunga.

·     Saking kuatnya pengaruh pertemuan dalam mimpi itu, maka Sutan Iskandar Muda ini pun meminta waktu untuk berjumpa dengan ayahnya lalu menceritakan semua yang dialaminya dalam mimpi itu, sekaligus memohon agar dia diberi izin untuk mencari si wanita yang ada di dalam mimpinya itu. 

·     Akhirnya ayahnya mengizinkan.  Singkat cerita, setelah melalui perjalanan panjang dari Irak Baghdad dengan mengikuti kapal para Pedagang Arab, sampailah Sutan Iskandar Muda ke tempat yang dituju. 

·     Dari pertemuan itulah akhirnya mereka menikah.  Anak pertama mereka lahir, dan diberi nama Singa Mangaraja.  Setelah Singa Mangaraja berumur ± 3 tahun, Suri Andung Jati atau Sutan Perempuan ini pun hamil lagi anak yang kedua dan diberi nama Sibaroar.  Kelak, setelah dewasa Sibaroar ini menjadi Raja di Kerajaan Mandailing, Padang Garugur dan bergelar Sutan Sinomba Sinoru. 

·     Namun Sibaroar ini tidak sempat mengenal ayahnya, karena di dalam Tarombo itu diceritakan bahwa sebelum Sibaroar ini lahir, ayahnya yang tidak lain adalah Sutan Iskandar Muda itu, menghilang saat terjadi perkelahian antara dirinya dengan seorang Raja yang bernama Si Raja Abu.  Perkelahian itu disebabkan karena ayam milik Si Raja Abu, kalah ketika diadu dengan ayam milik Sutan Iskandar Muda (di dalam sebuah arena adu ayam), yang akhirnya memicu perkelahian di antara mereka. Di dalam perkelahian itu Raja Abu kewalahan menghadapi Sutan Iskandar Muda yang memiliki ilmu dan kemampuan bisa menghilang dari pandangan.  karena kemampuan Sutan Iskandar Muda yang bisa menghilang inilah dia diberi gelar, "Sutan Penyalinan".  Dan sejak menghilang itu pula dia tidak pernah kembali bertemu isterinya, Sutan Perempuan yang sedang hamil, sampai akhirnya anak kedua mereka yang bernama Sibaroar itu lahir. Setelah dewasa, Sibaroar diangkat menjadi Raja di Negeri Padang Garugur dan memimpin selama ± 32 tahun. Sibaroar ini meninggal secara mendadak dalam usia antara 61-62 tahun.

·     Di dalam Tarombo versi Rambah ini, dijelaskan juga secara gamblang bahwa semasa hidupnya, Sibaroar ini memiliki tujuh orang anak yang terdiri dari enam orang Laki-laki dan seorang Perempuan.  Anak nomor 1 bernama Sutan Iskandar, mengambil nama dari opungnya yang bernama Iskandar Muda, dan beliau ini menjadi Raja Huta Siantar.  Anak nomor 2 seorang wanita satu-satunya, bernama Suri Lindung Bulan, dan dia ini menjadi Permaisuri Raja Tambusai yaitu Tuanku Syah Alam.  Anak nomor 3 bernama Sutan Katimbang di Langit menjadi Raja di Huta Portibi.  Anak nomor 4 bernama Sutan Batara Guru, menjadi Raja di Huta Puli Tambangan.  Anak nomor 5 bernama Sutan Di Atas Langit, menjadi Raja di Huta Gunung Baringin.  Anak nomor 6 bernama Sutan Tua Raja Solut, menjadi Raja di Batang Samo.  Dan anak nomor 7 yang paling kecil bernama Namora Gompar Sutan Sinomba Sinoru, menjadi Raja di Sungai Garingging. 

·     Karena Sibaroar meninggal dunia secara mendadak, maka oleh para pembesar kerapatan negeri Padang Garugur diadakanlah rapat untuk memutuskan siapa yang akan diangkat sebagai penggantinya.  Hasil rapat disepakati bahwa yang ditunjuk sebagai pengganti Sibaroar adalah anak ke enamnya, yaitu Sutan Tua Raja Solut yang ketika itu baru berusia empat belas tahun.  Namun karena Sutan Tua Raja Solut ini belum dewasa, maka sementara  menunggu dia dewasa, disepakati pula bahwa untuk yang mengendalikan Kerajaan Padang Garugur ini langsung diambil alih dan dipegang oleh para Kerapatan Negeri. 

·     Rupanya Keputusan ini diprotes oleh anak tertua Sibaroar yang bernama Sutan Iskandar.  Kenapa dia Protes?  Karena dia ingin, dialah yang menggantikan Sibaroar selaku anak tertua.  Padahal ketika itu dia sudah menjadi Raja di Huta Siantar.  Lalu mengapa dia ingin mengambil alih Kerajaan Garugur?  Karena Kerajaan Siantar yang saat itu dia kuasai akan diserahkan kepada anaknya. 

·     Namun karena tidak disetujui dan ditentang oleh para pejabat Kerapatan Negeri, maka meskipun masih dalam suasana duka, Sutan Iskandar pun mempersiapkan pasukannya lalu menyerang Kerajaan Padang Garugur, yang tentu saja ketika itu, mereka berada dalam keadaan tidak siap. 

·     Melihat terjadinya kekacauan yang tidak berkesudahan, maka Sutan Perempuan pun memutuskan untuk keluar dari Padang Gerugur guna menyelamatkan kedua cucunya yaitu Nomor 6 (Sutan Tua Raja Salut berumur 14 tahun) dan nomor 7 (Sutan Namora Raja Gompar berumur 9 tahun), tetapi belum tahu mau kemana arah dan tujuannya.

 

 Dalam keadaan kebingungan itulah, banyak para pembesar negeri yang merasa bersimpati lalu ikut bergabung. Jumlah mereka yang bergabung sebanyak 47 Kepala Keluarga, terdiri dari 5 Marga. Yaitu: Marga Siregar, Marga Daulay, Marga Hasibuan, Marga Lubis dan Marga Najanginon. Dari 47 KK itu, yang tercatat di dalam Tarombo, di antaranya:

1.       Menteri Jairo Di Langit.

2.      Japorkas adiknya Nai Romban Golang

3.     Orang Kayo Bale, dia ini berasal dari Marga Siregar. 

4.     Bendahara, dari Marga Daulay. 

5.     Jabomi dari Marga Hasibuan. 

6.     Penghulu Besar berasal dari Marga Lubis.

7.     Bentaro Lelo dari Marga Najanginon.

·     Setelah mendapatkan berbagai saran dan masukan dari para pembesar negeri yang ikut dalam rombongan itu, maka disepakatilah bahwa mereka akan bergerak menuju ke tempat cucunya yang perempuan yaitu Permaisuri Raja Tambusai yang ketika itu dijabat oleh Tuanku Syah Alam. 

·     Setelah menempuh perjalanan yang cukup panjang dengan berbagai pengalaman yang ditemui (sebenarnya sangat banyak kisah yang tertuang di dalam Tarombo yang menceritakan suka duka rombongan Sutan Perempuan ini selama di perjalanan tersebut).  Namun mohon maaf, tidak saya ceritakan di sini, karena akan menyita waktu dan terlalu panjang (di dalam tarombo terkisahkan dengan baik)

·     Kemudian tibalah mereka di perbatasan wilayah Kerajaan Tambusai, dan diutuslah beberapa Caraka untuk menemui Raja Tambusai sambil meminta suaka politik (perlindungan). 

·     Lalu oleh Raja disetujuilah rombongan ini untuk bisa tinggal di daerah pinggiran yaitu di daerah "Pisang Kolot".  Adapun yang boleh mereka lakukan di sana, hanya bertani dan tidak boleh melakukan kegiatan yang berbau politik.  Sebenarnya kalau Sutan Perempuan ini datang hanya bertiga dengan dua cucunya saja, mereka diterima di kerajaan dan boleh tinggal di Tambusai.

·     Ketika rombongan Sutan Perempuan ini tiba di pinggiran daerah Tambusai, sebenarnya di wilayah Rambah ini sudah terdapat beberapa kerajaan yang memiliki wilayah kekuasaan, yang disebut dengan Luhak Nan Lima.

     Kerajaan- Kerajaan tersebut di antaranya:

1.    Kerajaan Tambusai, ibu negerinya Tambusai. 

2.   Kerajaan Rambah, ibu negerinya Rambah

3.   Kerajaan Kepenuhan, ibu negerinya Kota Tengah. 

4.  Kerajaan Rokan, ibu negerinya Pendalian IV koto. 

5.   Kerajaan Kunto Darussalam, ibu negerinya Kota Intan, hanya saja ibu negeri kerajaan- kerajaan ini pada masa itu belum tersusun seperti sekarang ini.  Malahan, seperti Kepenuhan dan Koto Tengah, kedudukan ibu negerinya tidak persis seperti yang ada sekarang, melainkan berada agak di daerah hilirnya lagi, karena ibu negeri kerajaan itu sering berpindah-pindah dari satu kedudukan ke kedudukan lainnya. 

·     Mereka menetap di Pisang Kolot selama ± 32 tahun yaitu mulai sekitar tahun 1418-1450 masehi.  Dan selama itu pula para pengikutnya tetap setia kepada Suri Andung Jati atau Sutan Perempuan. 

·     Sutan Perempuan mulai resah karena setelah selama ± 32 tahun dia merasa usianya sudah semakin tua sementara nasib kedua cucu yang dia bawa termasuk rombongan yang mengikutinya belum juga jelas karena mereka belum memiliki daerah kekuasaan sendiri. 

·     Dalam kebingungan itulah, Rupanya Allah mentakdirkan Raja Rambah meninggal dunia secara mendadak, dan kebetulan anak dari Raja Rambah ini masih kecil untuk duduk sebagai raja menggantikan posisi ayahnya, karena baru berusia dua tahun. 

·     Hubungan dan komunikasi antara Raja Tambusai dan Raja Rambah pada saat itu berjalan dengan sangat baik karena telah banyak terjadi pertalian darah yang disebabkan perkawinan. 

·     Akhirnya, sambil menunggu Putra Mahkota berusia dewasa, maka diambillah keputusan bahwa kendali Kerajaan Rambah akan dirangkap oleh Raja Tambusai.

·     Rupanya disinilah kesempatan itu muncul, Kerajaan Rambah yang wilayahnya begitu sangat luas, dimana di sebelah baratnya terdapat banyak daerah yang masih kosong dan daerah itu dikuasai oleh orang-orang Lubu, yang pekerjaannya hanya selalu mengacau dan membuat gaduh.  Mengingat jumlah orang Lubu ini cukup banyak, maka Raja Rambah pun merasa kewalahan untuk mengusirnya. Akhirnya setelah para pembesar Raja Rambah dan Raja Tambusai mengadakan rapat, maka disepakatilah untuk melibatkan orangnya Sutan Perempuan yang sudah bermukim cukup lama di wilayah Tambusai itu untuk mengusir orang-orang Lubu ini.  Dengan tekad dan semangat yang kuat, karena ingin memiliki wilayah kekuasaan sendiri, maka kelompok Sutan Perempuan inipun berhasil mengusir orang Lubu. 

·     Begitulah akhirnya rombongan Sutan Perempuan ini berhasil menjadikan daerah Rambah itu menjadi daerah Mandailing dan menguasainya. Dan itu terjadi sekitar tahun 1450 M.

·     Setelah menguasai daerah ini maka oleh Sutan Perempuan diangkatlah cucunya yang nomor enam, yaitu Raja Salut atau disebut juga Sutan Tua, menjadi Raja di Batang Samo.  Sedangkan cucunya yang nomor tujuh yaitu Raja Gompar bergelar Sutan Sinomba Sinoru diangkat pula oleh Sutan Perempuan menjadi Raja di Sungai Garingging setelah negeri itu dibebaskan dari orang-orang Lubu. 

·     Walaupun kedua cucunya sudah mendapatkan wilayah kekuasaan, yang satu menjadi Raja di batang Samo dan yang satunya lagi, menjadi Raja di Sungai Garingging, sutan perempuan tetap memimpin Kerajaan di Kaiti.  Sampailah pada suatu saat beliau merasa perlu untuk mengumpulkan seluruh petinggi-petinggi kerajaan termasuk kedua cucunya, yaitu Raja Solut Sutan Tua, dan Raja Gompar Sutan Namora Raja atau Sutan Sinomba Sinoru, beserta anak cucu dan keturunannya.

·     Singkat cerita dari cucunya yang nomor enam dan nomor tujuh inilah berkembangnya Marga Nasution yang berada di Rambah dan sekitarnya. Begitu pula dengan 5 marga yang ada di Rokan Hulu saat ini yaitu: Siregar, Hasibuan, Daulay, Lubis dan Najanginon merupakan keturunan dari rombongan yang mengikuti marga Nasution yang asal mereka dari rombongan 47 KK yang ikut bersama-sama saat pindah dari Padang Gerugur menuju Batang Samo, Rokan Hulu.

·     Sebagai gambaran, seperti yang tadi sudah disampaikan sebelumnya, bahwa keturunan Sibaroar ini awalnya berjumlah 7 orang, terdiri dari 6 laki-laki dan 1 orang perempuan. Mereka ini di antaranya:

 

Ø Cucu pertama yang juga bernama Sutan Iskandar menjadi Raja di Huta Siantar, Penyabungan.

Ø Cucu kedua satu-satunya wanita yang bernama Suri Lindung Bulan menjadi Permaisuri Raja Tambusai (Permaisuri Tuanku Syah Alam).

Ø Cucu ketiga Sutan Katimbang Di langit jadi Raja Huta Portibi.

Ø Cucu keempat Sutan Batara Guru jadi raja di Huta Puli Tambangan. 

Ø Cucu kelima Sutan di atas langit jadi Raja di Huta Gunung Baringin. 

Ø Cucu keenam Sutan Tua Raja Solut jadi Raja di Batang Samo. 

Ø Cucu ketujuh Namora Gompar Sutan Sinomba Sinoru jadi Raja di Sungai Garingging.

 

Adapun cicit-cicitnya yang sempat dia dudukkan menjadi raja hanya dari keturunan cucunya yang berada di Rambah.  Sedangkan untuk keempat cucunya yang berada di Tapanuli berkembang biak di Tapanuli Selatan Sumatera Utara.  Sementara, untuk para Cicit yang berkembang di Rambah di antaranya:

 

v Cicitnya bernama Sutan Nalobi, Raja di Huta Rimboru.

v Cicitnya bernama Sutan Kumala Bulan, Raja Manaming.

v Cicitnya bernama Sutan Mangamar jadi Raja di Batang Samo.

v Cicitnya bernama Tangun, diangkat jadi raja tangun.

v Cicitnya bernama si Painan, diangkat jadi Raja di Sungai Pinang.

v Cicitnya bernama Bongsu diangkat jadi Raja di Sigatal.

v Cicitnya bernama Tuah Sutan Kumala Gunung Jati, diangkat jadi Raja di Kaiti. 

v Cicitnya bernama Raja Dewa hanya diberi tugas jaga rumah adat dan menjaga barang- barang pusaka di Kaiti karena cicitnya yang satu ini agak kurang cerdas dan memiliki kekurangan makanya tidak diberi kekuasaan.

 

Setelah seluruh cucu dan cicitnya mendapatkan wilayah kekuasaan dan juga karena merasa dirinya sudah semakin tua, tibalah saatnya, Suri Andung Jati Boru Namora atau Sutan Perempuan ini meminta seluruh cucu dan cicitnya termasuk para pembesar masing-masing  kerajaan yang berasal dari keturunan marga lainnya yang turut serta dalam rombongan Sutan Perempuan ketika berpindah dari kerajaan Padang Garugur hingga ke Rambah untuk ikut berkumpul.  Dua minggu lamanya barulah semuanya bisa berkumpul dan lokasi tempat berkumpul berada di Kaiti. 

Di sinilah Sutan Perempuan berpidato di hadapan seluruh keturunannya termasuk keturunan dari pembesar-pembesar Raja dari marga lainnya yang ikut dalam rombongan dulu, adapun isi pidatonya antara lain:

 

     Hai cucu-cucuku yang kusayangi

     Kedudukan kalian sudah kuat

     Kerajaan sudah pada berdiri, dan kembangkanlah ini

     Ekonomi ini sudah pulih dimana sumber-sumber hidup sudah teratur

     Pemerintah sudah rapi dan berlembaga

     Adat istiadat sudah  teratur, tinggal kembangkan dan pelihara sebaik-baiknya

     Lembaga adat Napitu Huta sudah tersusun

     Budaya terjaga dengan baik dan kembangkanlah sebaik-baiknya

     Lestarikan pertuturan, artinya hormati yang tua dan sayangi yang muda

     Pelihara persatuan yang kokoh, tanpa persatuan betapa kalian bisa dengan mudah dihalangi oleh musuh-musuh yang iri hati pada kalian

     Induk-induk suku telah menggariskan kebijaksanaan pemerintah, mengaturgkemaslahatan rakyatnya, persatuan telah terpelihara dan sumber kekayaan yang cukup banyak,

     Jangan merusak dan jangan berselisih

     Patuhlah kepada Raja, patuh kepada Induk Adat, patuh kepada Lembaga Adat, sayangi anak  istri dan perkuat rasa se-iya sekata antar kalian semua.

     Fakir miskin ditolong, anak yatim disayangi dan dipelihara, janda dan orang tua dikasihi dan dibela, jangan ada yang tidak makan di negeri kalian, orang-orang lemah dilindungi dan raja-raja tegakkan keadilan.

     bila ada salah satu dari negeri kalian diserang berarti semua kalian diserang dan bebaskan semua gangguan itu. 

 Kalian semua anak cucuku sudah hadir di sini dan persaksikanlah bahwa, "Saya menganggap tugas dan kewajiban saya sudah akan berakhir, maka sekarang dengarkan baik- baik. Aku ini berasal dari orang halus yang menjelma menjadi manusia dan tugas sebagai manusia sudah kulaksanakan.  Aku menganggap semuanya sudah selesai, kemudian aku akan kembali kepada orang halus dan kembali berfungsi sebagai orang halus. Bila suatu waktu kamu ditimpa bahaya, maka tempatku berpijak ini (sambil dia menghentakkan kakinya ke tanah), ziarahilah tempatku ini, mudah-mudahan yang maha kuasa Debata dapat membantu kalian dan aku dengan kalian akan kontak!!!”.

 Bagaimanapun aku harus pergi, namun pribadiku tetap dekat kalian. Lalu tanpa ada seorangpun yang tau kemana perginya tau-tau Sutan Perempuan pun menghilang dari pandangan. Dan di tempat itulah kini ada semacam kuburannya dan terdapat bekas telapak kaki dan tempat itu berada di Kaiti serta terawat dengan baik. Adapun 2 Makam Raja Godang sebagai bukti peninggalan sejarah keturunan Marga Nasution yang hingga kini ada di Rokan Hulu dan terawat dengan baik, adalah:

1.    Bekas pijakan kaki Suri Andung Jati Boru Namora atau Sutan Perempuan (NENEKNYA SIBAROAR), berada di Kaiti.

2.   Makam Raja Godang (Sutan Tua Raja Solut), merupakan anak ke-6 dari Sibaroar. Berada di Batang Samo (berdekatan dengan makam Istrinya)

3.   Makam Raja Gompar (gelar Sutan Namora Raja). Merupakan anak ke-7 dari Sibaroar, berada di Sungai Garingging (Huta Rimbaru)

 Bapak Ibu saudaraku Marga Nasution serta hadirin sekalian yang sangat kubanggakan, itulah versi Nasution Rambah yang bisa saya sampaikan. Kalaupun ada diantara kita yang tidak meyakini versi ini, tentu bukanlah masalah. Karena ini pun juga hanya berdasarkan fakta sejarah yang kebetulan tercatat secara jelas dan gamblang dalam sebuah Tarombo, yang hingga hari ini masih saya simpan dengan baik. Tarombo ini aslinya tercatat dalam bahasa Mandailing dan aksara Batak, namun sekitar tahun 1935, setelah sempat dialih bahasakan dari tulisan beraksara batak ke bahasa Indonesia oleh Pak tuo kami yaitu Pak Tuo Amin Nasution bersama ayahnya M. Sain bergelar Sutan Nan Lobi dan opungnya bernama Syakban yang bergelar Jalelo. Setelah itu musibah pun datang, antara tahun 1942-1945, jepang membuat kebijakan, semua buku-buku yang berbau agama agar dibakar dan dimusnahkan. Kalau ketahuan ada yang masih menyimpan, maka akan mendapat hukuman yang seberat-beratnya. Dikarenakan rasa takut yang begitu mencekam pada waktu itu ayah dari Pak Tuo Amin ini yang bernama M. Sain bergelar Sutan Nan Lobi tidak sempat lagi memilah-milah buku mana saja yang termasuk dalam kategori yang dilarang oleh jepang.

 Sampailah akhirnya Tarombo yang ditulis dalam tulisan Batak itu pun ikut terbakar. Akhirnya, versi manapun yang paling benar, Wallahu A’lam Bissawab, hanya Allah lah yang lebih tau segalanya. Selanjutnya dalam kesempatan yang baik ini saya mengajak, mari kita tinggalkan segala perbedaan, kita satukan persamaan, dan kita rajut persaudaraan di dalam keluarga besar Nasution ini. Selanjutnya perlu saya jelaskan bahwa saya merupakan keturunan ke13 dari Sibaroar, melalui garis anak Sibaroar yang nomor 7, bernama Namora Gompar, Sutan Sinomba Sinoru yang menjadi Raja di sungai Garingging, Rokan Hulu. Nama saya, Edy Afrizal Bin Achmad Natar Bin

        Muhammad Yasin Bin

        Muhammad Zaman (Bergelar Sutan Laut Api) Bin

        Mangaraja Toras Bin

        Jama Hadum (Bergelar Sutan Laut Api) Bin

        Jopautan Sutan Tua Bin

        Jabatang Taris Bin

        Mangaraja Kayo Bin

        Jaronggar Bin

        Mangaraja Suang Kupon Bin

        Mangaraja Dewa Bagas Godang Haiti Bin

        Sibaroar Sutan Sinomba Sinoru (Kerajaan Mandailing, Padang Garugur), Bin

        Sutan Iskandar Muda Bin

        Sutan Mahmudsyah Irak Baghdad Bin

        Sutan Harunnur Rasyid Kerajaan Irak, Baghdad, Jazirah Arab.

 Biarpun aku tak pandai berbahasa Mandailing tapi aku sangat bangga menyandang Marga Nasution yang datuk keturunannya,  telah hidup dan bermukim di Rambah, Rokan Hulu ini sejak tahun 1450 M dan kebanggaan ini tentu juga menjadi kebanggan ayahku, Almarhum H. Achmad Natar Nasution. Aku selalu berdoa semoga beliau-beliau orang tua kami yang telah sangat berjasa dalam perjalanan panjang menjaga nama besar Marga Nasution ini, selalu berada dalam keridoan Allah SWT, dan Allah ampuni segala dosa-dosanya. Amin.... ya Robbal ‘Alamin.

 

Mohon maaf atas segala kekurangan, Billahi Taufik Wal Hidayah, Wassalamu A’laikum Warrahmatullahi Wabara Katuh.

 

    I.  MAKALAH PENDUKUNG

DISAMPAIKAN OLEH :

 

1.   H. ABDUL MALIK NASUTION

SUTAN LAUT API

RAJA NA PITU HUTA LUHAK RAMBAH

 

Sejarah Kebaradaan

Suku Bangsa Mandailing Napitu Huta

di Kerajaan Melayu Rambah

 

Pemateri berasal dari Marga Nasution yang diangkat menjadi Sutan Laut Api dalam gelar adat Napitu Huta, selain memberikan masukan-masukan tentang jalannya seminar ini, beliau juga memberikan materi tentang Sejarah Kebaradaan Suku Bangsa Mandailing Napitu Huta di Kerajaan Melayu Rambah.

 

Keberadaan Suku Bangsa Mandailing di Kerajaan Melayu Rambah menurut pemateri saat itu bermula dari konflik di Kerajaan Huta Padang Garugur, Mandailing Panyabungan Tonga, Selanjutnya terjadi emigrasi (Berpindah dari wilayah asal ke wilayah yang baru) oleh Permaisuri Putri Nai Romban Golang ditambah 2 Putranya ditambah Ibunda Raja Si Baroan Sutan Nasakti yaitu Suri Andung Jati (Sutan Perempuan) bersama 11 orang tokoh Kerajaan dan beberapa orang Hulubalang ditambah 47 KK dari Masyarakat, secara kronologisnya dijelaskan yaitu:

·     Mereka menuju keselatan ke kerajaan Tambusai, Putri Suri Lindung Bulan menikah dengan Sultan Syah Raja Tambusai. Atas izin (Suaka) Raja Tambusai Tuanku Yang Dipertuan Tua Raja (Raja Ke-7), mereka bermukim di Perbanjaran Loyah Sosa (Sumatera Utara);

·     Atas permintaan Raja Tambusai, rombongan selama ± 32 tahun di Wilayah kekuasaan Kerajaan Tambusai, Sutan Perempuan beserta tokoh-tokoh Hulubalang yang sakti dan berilmu tinggi untuk menggembleng anak-anak muda termasuk Si Solut dan Si Panyolut Gompar seperti belajar Ilmu Silat, Ilmu Pengetahuan Etika dan Adat, Ilmu Kesaktian dan ilmu lainnya. Atas anjuran dan petunjuk Raja Tambusai, Sutan Perempuan dan rombongan dipindahkan ke Kerajaan Baru (Kerajaan Rambah), dibarengi dengan tugas yang diberikan yaitu :

Ø Mengamankan wilayah Kerajaan Rambah dari gangguan bangsa atau Orang Lubu;

Ø Mengamankannya dari gangguan lainnya, baik dari luar maupun dalam wilayahnya sendiri;

Ø Diberikan izin pada daerah yang sudah diamankan dan boleh membuka peladangan dan kampung (Huta);

·     Dalam Pelaksanaan Tugas untuk Membela Kerajaan Rambah, rombongan yang dipimpin oleh Sutan Perempuan melakukan beberapa kegiatan yaitu :

v Dalam penempatan mereka yang pertama dibangunlah Huta Batang Samo (Kampung);

v Dari Batang Samo maka diusirlah bangsa Lubu dari sepanjang sungai Anak Batang Lubuh, dan masuk Anak sungai yaitu ke Sungai Haiti dan disitulah dibangun perkampungan (Huta) dna berganti nama dengan Huta Haiti;

v Selanjutnya menurut pemaparan pemateri Rombongan Sutan Perempuan menaklukkan orang Lubu dari daerah Sungai Geringging dengan Pengepungan selama 3 bulan, dan setelah wilayah di sekitar Sungai Geringging berhasil dikuasai maka dibangunlah Kampung/Huta Sungai Geringging, kemudian berlanjut ke daerah sepanjang Sungai Pawan yang diberi nama Huta Pawan, dari Sungai Okak Besar kemudian dibangun Huta Rimbaru yang saat ini nama Kubu Baru, dari sungai Kunyit mengarah ke Barat dibangun Huta Tanjung Berani, wilayah Sungai Tangun dibangun Huta Tangun, Daerah sungai Menaming dibangun Huta Menaming, kemudian di wilayah sungai Limau/ Sigatal dibangun Huta Sigatal, Dari sungai Pinang dibangun Huta Sungai Pinang

·     Suri Andung Jati atau Sutan Perempuan Kembali ke Asalnya, sesuai dengan asal usul Sutan Perempuan yang berasal dari Khayangan, selanjutnya sesuai dengan keberadaan 40 tahun para rombongan dari Sutan Perempuan ditempat Kerajaan Rambah guna untuk membersihkan/mengusir Orang Lubu (terakhir di Si Alok, di perbatasan dengan wilayah Sosa), dan telah berproses dan telah melakukan kegiatan, kemudian Pesan-pesan Sutan Perempuan yang memaknainya yaitu :

Ø Membangun 10 buah Huta (Kampung);

Ø Tetap menjaga hubungan dengan Raja Rambah dan Bangsa Melayu;

Ø Membina Pertanian, Perkebunan dan Perikanan;

Ø Membina masyarakat (Anak-Cucunya);

Ø Agama yang dipercayai pada waktu itu;

Ø Adat-istiadat;

Ø Semangat gotong royong dan persatuan.

 

 

7 (Tujuh) Poin penting tersebut disampaikan Suri Andung Jati atau Sutan Perempuan di dalam pertemuan Akbar di Huta Haiti, beliau menyampaikannya masyarakat dan anak cucunya lokasi di Rumah Rarangan Huta Haiti dengan menyelimutkan kain ke badannya. Dia menghilang yang tertinggal jejak kakinya yang di Rumah Rarangan sekarang, maka untuk Memperingati kembalinya beliau ke Alam Asalnya (Alam Kayangan), maka pada setiap diadakan Acara MANDAI ULU TAON.

 

Pada pamaparan akhir, Pemateri yang bergelar Sutan Laut Api menyampaikan juga bahwa Sutan Perempuan dan rombongannya dalam pengabdiannya ikut menjaga marwah Kerajaan Rambah dari Intervensi Kerajaan Rokan, serta menginisiasi lahirnya Perjanjian Raja (Janji Raja) sekitar Tahun 1824, serta ikut Membebaskan Istana Raja Rambah dari Pemberontakan Tengku Muda Endut, dan Semasa Pengejaran musuh ke Daerah Kepenuhan, Sultan Kumalo Bulan (Raja Menaming) yang menjadi Pangima Perang Kerajaan Rambah Mangkat di daerah kepenuhan atau disekitar Sugai Batang Lubuh (Walaupun sebatas cerita lisan para tokoh Mandailing), adapun isi dari perjanjian Raja (Janji Raja) sebagai Pembalas Jasa Bangsa Madailing (Napitu Huta) kepada Kerajaan Rambah kala itu :

Ø Dikaruniakanlah mereka bertanah kholifah/wilayat, diketahui oleh Si Lobih sebanyak 7 perkampungan, disitu pulalah negeri tersebut diberi nama “Janji Raja;

Ø Si Lobih diangkat menjadi Ketua yang 7 (tujuh) Kampung (Napituhuta) yang bergelar Sutan Laut Api, karena peran Si Lobih di waktu perang Lautan Api yang cukup diperhitungkan;

Ø Bangsa Mandailing dan bangsa Melayu mempunyai hak dan kewajiban yang sama di hadapan Raja dan dalam kerajaan, duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi;

Ø Dibolehkan mereka-mereka ini dikampung/negerinya masing-masing menjadi Raja/Penghulu di wilayahnya, lengkap dengan Bandaro dan Orang Besarnya;

Ø Boleh mengambil hasil daerah/wilayahnya 10%, boleh menerima tangan rusa;

Ø Boleh menghukum/menghakimi di kampungnya.

 


2.  AKP. (PURN.) POL. H. T. SYAMSUL BAHRI

SUTAN MAHMUD RAMBAH

 

Hubungan Raja Rambah

dengan Na Pitu Huta Etnis Mandailing

di Rokan Hulu

 

Pemateri merupakan tokoh adat yang bergelar Sutan Mahmud, dengan materi terkait “Hubungan Raja Rambah dengan Napituhuta Etnis Mandailing di Rokan Hulu, disampaikan pada sesi ketiga dalam Seminar Menelusuri Sejarah Marga Nasution dan Etnis Mandailing di Rokan Hulu, adapun pemaparannya yaitu :

Ø Peran Raja Luhak Rambah Kepada Mandailing

Peran Raja Luhak Rambah terhadap kehadiran Mandailing Napitu Huta di bawah pimpinan Sutan Perempuan Boru Namora Suri Andung Jati, dikisahkan bahwa Raja Rambah yang pertama Tengku Muhammad Ali Bahar bergelar Tengku Raja Muda adalah anak dari Raja Luhak Tambusai yang ke Tujuh: Raja Tengku yang dipertuan Tua Raja, menerima kehadiran Sutan perempuan bersama dengan pengawalnya dan pengikut lainnya lebih kurang 47 KK dan ditempatkan di Pisang Kolot sebagai suaka politik.

Lebih kurang 32 Tahun bermukim dan menetap di sana, diperkirakan berkisar pada tahun 1362 Masehi, bersamaan dengan itu Putra Pertama Raja ke Tujuh Luhak Tambusai Tengku Muhammad Ali Bahar mengadakan ikat karang janji antara beliau dengan adeknya Tengku Muhammad Ali Mukamil dan bermohon kepada ayahandanya agar kepadanya diberikan/didirikan satu kerajaan baru, pada saat itu juga Raja ke tujuh Luhak Tambusai Raja Tengku yang Dipertuan Tua bertitah kepada anaknya Tengku Muhammad Ali Bahar bersama adiknya Tengku Muhammad Ali Mukamil berangkat bersama-sama rombongan Datuk-Datuk Adat dari suku masyarakat melayu non tujuh yaitu: Suku Melayu, Ampu, Pungkuik, Muniliang, Kandang Kopuh, Bonuo, dan Kuti.

 

Ø Hubungan antara Sutan Mahmud dengan Mandailing Napitu Huta sangat erat

 

Pengakuan dari pemimpin Napitu Huta bersama masyarakatnya, bahwa Sutan Mahmud adalah Ayah dari pemimpin dan masyarakat Mandailing Napitu Huta, berpucuk/berindukkan ke Sutan Mahmud dan berajakan ke Raja Rambah, pengakuan adik-beradik (Kahanggi), dimana ada sutan Naopat Mangaraja Natolu, disitu ada Sutan Mahmud, Sutan Mahmud berperan sebagai Kepala Kerapatan adat dan memimpin peradatan baik ke Suku Melayu (Suku nun tujuh) maupun ke Mandailing Napitu Huta dan mensejajarkan antara suku nan tujuh dengan Mandailing Napitu Huta, duduk sama rendah, tegak sama tinggi

 

Ø Peran Raja Luhak Rambah Terhadap Sutan Perempuan Boru Namora Suri Andung Jati

 

·     Pihak dari Kerajaan Rambah bersama-sama dengan rombongan dari Sutan Perempuan Mengusir orang (bangsa) Lubu yang telah berada di tempat yang dituju oleh rombongan, supaya tidak terjadi perlawanan dan Huru-hara yang dinilai merusak ketertiban dan keamanan di wilayah kerajaan rambah di kemudian hari;

·     Menjalin hubungan yang baik antara Raja Kerajaan Rambah beserta rakyatnya dengan Sutan Perempuan bersama masyarakatnya, baik hubungan adat-istiadat maupun hubungan lainnya yang mengikat dengan aturan yang telah disepakati;

 

  

Ø Puak dan Suku yang ada di Wilayah Kerajaan Luhak Rambah

·     Adapun Puak Bangsawan yang ada di Kerajaan Rambah Yaitu :

1.         Puak rumah pangka balai;

2.        Puak rumah atuk ijuk;

3.        Puak rumah bugonjong;

4.       Puak rumah bulinggi.

·     Sedangkan Suku Nun Tujuh yang ada di Kerajaan Rambah adalah :

1.         Suku Melayu;

2.        Suku Ampu;

3.        Suku Pungkuik;

4.       Suku Muniliang;

5.        Suku Kandang Kopuh;

6.       Suku Bonuo; dan

7.        Suku kuti.

 

Untuk sebutan Urang Nan Seratus berada/duduk di Rumah Raja, sedangkan Urang Nan Lima Puluh duduk di Rumah Sutan Mahmud, Kedua Suku (Urang, dalam sebutannya) berpucukkan ke Sutan Mahmud.

 

 

·     Dalam Adat Na Pitu Huta ada Sutan Na Opat Mangaraja Na Tolu yaitu:

1.    Sutan Na Lobih di Huta Kubu Baru

(disebut juga Sutan Laut Api);

2.   Sutan Tuah di Huta Kaiti;

3.   Sutan Kumalo Bulan di Huta Menaming;

4.  Sutan Silindung di Huta Tangun;

5.   Mangaraja Timbalan Pawan di Huta Pawan;

6.  Mangaraja Liang Sungai Pinang di Huta Sungai Pinang;

7.   Mangaraja Timbalan Tanjung Berani di Huta Tanjung Berani.

 

 

3.  JUNAIDI SYAM, M.Sn

BUDAYAWAN RIAU ASAL ROKAN HULU

 

 

Menelusuri Sejarah

Marga Nasution

Dan Etnis Mandahiling

di Rokan Hulu

Rabu, 13 Jumadil awal 1441 |

8 Januari 2020

 

Convention Hall

Masjid Agung Islamic Centre

 Pasir Pengaraian

BATAK NASUTION MELAYU

dan MANDAHILING

Junaidi – Syam

Ada sekelumit sejarah Rambah dalam buku “Asal-usul Marga Nasution

1.       M Sain gelar Sutan na Lobi naik gelar tahun 1925;      pelantikan dihadiri T Saleh dan Controleur Belanda (Quast.)  (Hal. 1).

2.    Belanda masuk ke Rokan streken yakni 17 tahun setelah lahirnya M. Sain (1883)= 1900.

3.   Nama Sayid Hasyim dari Rambahan (Menaming) (Hal. 05)

4.  Disebutkan Muhammad Amin Nasution (MAN), sejak 1937-1939 sering berjumpa dengan beberapa tokoh. Dalam urutan ke 14, ada nama Tengku Sutan Mahmud dari BEKAS Raja Rambah, ayahnya T Saleh. Dalam Buku Adat dan Kebudayaan PasirPengaraian disebutkan bahwa T Mayang mangkat di Mekkah tahun 1933.

5.   Ada perkataan arkaik Patik Tuanku

6.  Informasi tentang RIAU UTARA di masa agresi militer Belanda 19471950 Penulisan terbalik

(Jkbt. 08)

 

Ghazali Mullier.

 

MAN menyatakan bahwa raja lima luhak tidaklah kebelanda-belandaan namun tetap dituduh kaki tangan Belanda oleh Jepang. Raja Tambusai menyambut kemerdekaan dengan sepenuh hati dan mati-matian berjuang mempertahankan, kita kenal T. Ilyas yang seluruh kehidupannya berjuang di samping republik. (Hal. 34)

Ghazali Mullier.

(Jkbt. 08)

 

 


 

 

 

 

 


 

 


 

 


T . Iljas, Raja Tambusai   yang terakhir

 

 Selayang Pandangan

1.   Disebut oleh MAN bahwa Sutan Perempuan mendirikan kerajaan-kerajaan kecil di Rambah. Memperluas daerahnya di Rambah dengan mendirikan satu persatu kerajaan-kerajaan kecil di Rambah sehingga duduk pula cicit-cicitnya memerintah.


2. Sutan Perempuan disebut MAN diangkat menjadi Ratu yang membangun negeri Padang Garugur Sosa.

3.  Manuskrip yang disalin MAN bertulisan aksara Batak di atas kertas, yang dikatakan sudah ada sejak Jamudo Sutan Laut Api I,

4. MAN menolak pernyataan tokoh Rokan Kiri tentang; “Panglima Rambah dibawa kepalanya ke Rokan dan disimpan di sana”; “Rambah minta damai

5.   


MAN menyatakan bahwa ayahnya membakar buku-buku dalam kotak simpanan MAN, karena turun perintah Jepang supaya membakar buku atau gambar-gambar yang berhubungan dengan Belanda. Buku asli Tarombo Nasution dan satu salinannya ikut terbakar.

6.  Penulisan tanggal pada bagian akhir kata pengantar MAN yang kurang diperhatikan, tertulis; Terempa 5 Maret 1955/1959.      Penyusun, (M. Amin Nasution)

... namun isi pengantarnya ada menyebutkan angka tahun 1987 dan 1986

 

7.  Lemah informasi tentang sejarah Kerajaan V Luhak; misaltentang perubahan ibu negeri kerajaan dan menyebutkan bahwa Mandahiling di Tambusai karena dua sebab;kedatangan rombongan Mandailing Sutan Perempuan dan yang masuk setelah perang Padri.

8. Perkiraan masa kuasa di Padang Garugur abad ke XII (1300M). (Hal.16). Tanpa disadari terjadi selisih angka tahun yang besar (perhitungan terbalik), ketika disebutkan bahwa Baroar atau Nasaktion lahir awal abad ke XIV M (1500 M) dikuatkan pula dengan; “atau mendekati 700 tahun yang lalu”. Artinya; jika 700 tahun ke belakang, anggap saja 1950, maka hasilnya = 1250 (Abad ke-13 M). Disebut MAN pula bahwa keberangkatan Sutan Perempuan ke Tambusai diperkirakan tahun 1418 (Abad ke-15 M). Pindah ke Rambah tahun 1450 (32 tahun di Tambusai).

9.  Mengatakan bahwa orang Rao Pasaman adalah Minangkabau.

10. Versi Panyabungan Tonga memasukkan nama Alexander the Groot sebagai ayah Baroar dan ada pula menyebut Palembang. MAN menolak dan menyebut Si Baroar keturunan Arab dari anak cucu Harun Al Rasyid (766-809 M)

11. MAN menyatakan pada masa itu (Baroar) belum Islam apalagi kristen dan ompu ini masih beragama miasme. Islam masuk ke Rambah khususnya, umumnya Luhak nan Lima diperkirakan sekitar awal abad ke-XVII (abad ke-17). Dan disebutkan bahwa Islam masuk ke wilayah ini oleh kaum putih (Padri).

12.    Jamudo gelar Sutan Laut Api I disebut MAN pernah menikah di Tanah Semenanjung dan istrinya dibawa ke Hutarimbaru.    .. apakah Jamudo menikahi perempuan Melayu? Jika benar, berarti Jamudo telah memeluk Islam.

13.    MAN menyebut bahwa orang Lubu di Rambah sering mengacau dan jumlah mereka banyak dan tidak dapat diusir oleh raja Rambah (30, 31)

14.         MAN menolak pernyataan T Sutan (T. H. Mat Sutan) yang diakui MAN ahli sejarah, bahwa kerajaan lima luhak berasal dari Tambusai. 28)

15. Belang dan taktik berselubung Sutan Perempuan disebut dalam teks MAN.

16. Mengatakan Rambah tidak kuat berperang melawan musuh dan jika satu waktu Rambah melawan kita tidak usah khawatir (pendapat panglima perang Sutan Perempuan)

17.  Keraguan MAN terhadap sejarah Islam dan sistem monarki dengan mengatakan “feodal satu sistem monarchi yang di dalam Islam seharusnya tidak ada tempat...

18. Dikatakan bahwa membawa mantapnya kedudukan raja-raja Mandailing Rambah, akibat itu raja Rambah secara resmi mengakui secara de yure atas wilayah Mandailing di Rambah (Hal 34) kemudian merendahkan kerajaan Rambah berdasarkan posisi orang Lubu yang disebut- sebut manusia terkebelakang dan lemah namun Rambah tidak mampu mengusir mereka.

19. Perkataan raja Hutarimbaru kepada Datuk Syah bandar yang telah menyentil soal pakaian kuning Sutan saat penakbalan T M Saleh; “tuan- tuan memang hitam itulah adanya dan tuan- tuan tidak usah banyak bicara karena tuan-tuan sebenarnya tanpa kami tidak akan terangkat arang di kening kalian.

20. Manuskrip asli sejarah Asal usul Marga Nasution MAN adalah tulisan ulang yang telah diubah suai sehingga kita sulit mendeteksi otentitas naskah yang disebutnya telah terbakar itu.

 

Pesan Penting dari

M. Amin Nasution;

1.  Tanpa punya bahan cukup / lengkap dengan data-datanya, janganlah dibuat sejarah itu!!! Sebenarnya dapat membuat sejarah sendiri- sendiri asalkan data-datanya ada tetapi jangan membuat-buat sejarah tanpa data karena itu tidak akan berguna sama sekali.

2. Sekiranya ada kekeliruan yang terdapat di dalamnya supaya saudara-saudara dapat membuktikannya dengan sejarah yang lebih kuat dasarnya untuk mana yang perlu dipakai. (Hal. 12)

 

 

 

Pesan Penting

Mangaraja Onggang Parlindungan;

1.  Nasution di Mandailing diragukan oleh MOPS. Dikatakannya bahwa Datu Nasangti Si Bagot Ni Pohan memasukkan orang-orang kacukan (campuran pendatang dan peranakan) ke dalam marga ciptaannya, yakni Nasangtion menjadi => Nasution.

2. Huta Pungkut adalah kampung Nasangtion yang di situ ada Mampe Nasution yang tewas melawan serangan Bonjol (1816).

3. Padri Batak; Tuanku Lelo (Nasution) dan Tuanku Sorik Marapi (Nasution).


Keterangan Penghulu Awaluddin;

Bahwasanya marga Nasution memiliki kesamaan pantangan dengan suku Melayu - Muniliang. Keterangan Mak Jasman (Puak Induk Dalam) mengatakan Puak Majo Rokan memiliki pantangan yang sama dengan suku Melayu-Muniliang.Penguasa batang sungai lainnya, yaitu Rajo Garang di Rokan Kiri, disebut juga dengan gelar Sutan Rimau atau Rajo Imbang, Sutan Jembek di Bukik Simolombu dekat pohon Sokoduduk Godang, Sutan Ponyalinan di hulu Batang Lubuh, Datuk Bondaro Sakti, dan Peneka Putieh, non borondok ilang, non momunoh mati (yang berendap hilang, yang membunuh mati), di Kualo Sako

JANJI RAJA

1.        beradat lembaga sendiri

2.       berikan kepada kami daerah tanah ulayat

3.      antara Mandahiling dengan Melayu betul-betul adik boradik

4.      kalu moambik boru adok ko kami adat kolian jujuran.

5.      Kalau Mandailing mongambiek ko kolian adatnyo sumondo.

 

Perkampungan orang Mandahiling di tepi Batang Lubuh, di mudik Tanjong Berani, Pasir Pengaraian. Kampung ini berdiri sekitar tahun 1880. Nama Janjiraja berasal dari kata janji dan raja, karena di tempat itu pernah terjadi perjanjian antara raja Rambah dengan pihak Mandahiling Napituhuta Sutan Na Opat dan Mangaraja Natolu. Perjanjian tersebut berkenaan dengan peristiwa didudukinya pusat kerajaan Rambah di Sungai Kumpai oleh hulubalang dan raja dari Lubuk bondaro (Lubuk bendahara). Pendudukan itu dilakukan karena raja Rokan IV Koto merasa tersinggung atas keputusan raja Rambah yang melindungi isteri Raja Rokan IV Koto yang lari dari Lubuk bondaro, dan menikahkannya pula dengan Yang Dipertuan Sakti Rambah. Sebab-sebab penyerangan adalah (Rambah Lemah) karena para hulu balang lua Rambah enggan membantu raja Rambah yang diserang oleh orang Lubuk bondaro, karena raja Rambah masa itu zalim. Hulu balang lua baru bersEdya setelah disebutkan oleh pihak kerajaan bahwa dengan didudukinya Sungai Kumpai maka seluruh luhak telah dikuasai Rokan, berarti seluruh rakyat Rambah takluk pada Rokan. Sebab itu seluruh Hulu balang lua merasa terpanggil. Hulu balang lua yang itu bernama:

1.Ujong Nonik dari Tanjong bolik,

2.Jompoloan Sonsang Bulu dari Tanjong bolik,

3.Dan Niek Godang Apeh dari Sobotieh.

Selain itu karena orang Mandahiling Napituhuta memang bertugas sebagai penjaga batas-batas wilayah Rambah dengan Rokan IV Koto, sudah sewajarnya raja Rambah memanggil mereka untuk melindungi Kerajaan. Kerajaan Rambah diduduki oleh Rokan IV Koto selama empat bulan (ket. Tuk  Ma’in Lubuk Bondaro dan beberapa tokoh di Pemandang). 

Maka pihak Rambah diwakili para hulubalang Melayu beserta orang-orang Mandahiling Napituhuta, untuk merebut kembali Kerajaan Rambah di Sungai Kumpai dari orang-orang Lubuk bondaro tersebut. Dalam perjanjian itu, orang- orang Mandahiling Napituhuta meminta agar raja Rambah bersEdya memenuhi keinginan dan harapan mereka dalam beberapa butir permohonan, antara lain:

Kepada raja-raja Mandahiling diberikan tanah ulayat. (Tanah Kulipah?)

1. Diperkenankan menggunakan adat kebesaran raja-raja Mandahiling, terutama dalam memakai pakaian kebesaran warna kuning dalam pesta-pesta adat di dalam kampung Napituhuta atau di Rambah (mengakui adat kebangsawanan Sutan Na Opat dan Mangaraja Na Tolu).

2. Meminta agar antara Mandahiling dan Melayu dianggap adik-boradik (bersaudara).

3. Sepakat atas adat pernikahan bahwa:

(a)                           kalau mongambik boru ko kami (menikah lelaki Melayu dengan wanita Mandahiling) mako adatnya jujuran (anak ikut suku ayah);

(b)                          bilo moambiek ko klian (laki- laki Mandahiling menikah dengan wanita Melayu) adatnyo sumondo (anak ikut pada suku ibunya).

Raja Rambah menyanggupi permintaan tersebut, dan orang-orang Mandahiling Napituhuta mengabadikan tempat perjanjian kesepakatan itu dengan nama Janji raja. Namun terdapat versi lain mengenai asal-usul nama Janjiraja tersebut.

Nama Janji raja itu berasal dari kata jonjang (tangga) dan rajo (raja). Konon, ketika terjadi perjanjian, pihak raja Rambah sepakat untuk melaksanakannya di dekat kebun durian yang ada jonjang-nya (tangga).

Di atas jonjang itulah raja Rambah duduk saat melakukan perundingan dengan orang-orang Mandahiling, sehingga tempat itu disebut Jonjang Rajo (tangga raja), kemudian menjadi Janji raja. (Taslim F. Dt. Mogek Intan, Pasir Pengaraian)

Setelah perjanjian, raja Rambah dengan hulubalang kerajaan beserta orang-orang Mandahiling Napituhuta mendatangi orang Lubuk bondaro yang menduduki kerajaan Rambah di Sungai Kumpai. Peperangan dapat dihindari melalui perundingan damai, mereka bersedia keluar dari negeri Rambah.

 

9.    REKOMENDASI SEMINAR

a.  Penulisan sejarah dan keunikan cerita-cerita mengenai 7 buah kampung (na pitu huta) di Rambah. Digabung dengan sejarah Bangsawan dan asal usul Persukuan di Rambah.

b.  Membuat buku BCB khusus Napitu Huta.

c.   Membangun Museum Digital khazanah Kebudayaan Melayu Mandahiling Sungai Rokan.

d.  Melengkapi bahan bacaan (referensi) untuk kajian Batak-Melayu-Mandahiling;

1.    Tuanku Rao, Mangaraja Onggang Parlindungan Siregar, LKiS, Jogjakarta, (2007)

2.    Sejarah Batak, Batara Sangti Simanjuntak

3.    Almanak HKBP, Universitas HKBP Nommensen

4.    Laporan Sir Thomas Stamford Raffles (Feb 1820)

5.    Antara Fakta dan Khayal; Tuanku Rao; Buya Hamka

6.    Laporan Deutz, seorang Controelur Belanda di Barus

7.    Laporan ttg Perang Batak Aceh, Mandez Pinto

8.    Een vorst onder de taalgeleerden: Herman Neubronner van der Tuuk, Taalafgevaardigde voor Indië van het Nederlandsch Bijbelgenootschap 1847-1873, Groeneboer, K., Leiden: KITLV Press. (2002).

9.    Over schrift en uitspraak der Tobasche taal als eerste hoofdstuk eener spraakkunst, Tuuk, H. N. v. d. Amsterdam: C. A. Spin & Zoon., (1855).

10.    Bataksch-Nederduitsch Woordenboek, Tuuk, H. N. v. d., Amsterdam: F. Muller, (1861a)

11.    Stukken in het Mandailingsch (2)., Tuuk, H. N. v. d., Amsterdam: F. Muller., (1861b)

12.    A Grammar of Toba Batak (13), Tuuk, H. N. v. d., The Hague: Martinus Nijhoff, (1971)

13.    Verzameling der Battahschen wetten en instellingen in Mandheling en Pertibie. Gevolgd door een overzigt van land en volk in die streken. Tijdschrift voor Nederlandsch Indië, Willer, T. J., 8(2), 145-424., (1846)

14.    Tarombo ni Borbor Marsada, Mangaraja Salomo Pasaribu

15.    PUSTAHA BATAK ( P O D A P O D A ); Poda Ni Si Aji Mamis ini tersimpan di Museum Antropologi Übersee Bremen dengan sebutan sebagai PUSTAHA A 12332.

16.    Culturals Hareir 9 - 21 9 Treasures of Indonesia’s Cultural Heritage: Van der Tuuk’s Collection of Batak Manuscripts in Leiden University Library CLARA BRAKEL-PAPENHUYZEN, (2007)

17.    Batak Fruit of Hindu Thought. Madras: Christian Literature Society., Parkin,H., (1978)

18.    SURAT BATAK FOR MY VERY VERY REASONABLE AND BEARING FRIEND WHO MAINTAINS ANCIENTSCRIPTS.COM MR. LAWRENCE K. LO

19.    SURAT BATAK SEJARAH PERKEMBANGAN TULISAN BATAK Berikut Pedoman Menulis Aksara Batak dan Cap Si Singamangaraja XII Uli Kozok Ecole française d’Extrême-Orient KPG (Kepustakaan Populer GramEdya), (2009)

20.    Asia Research Institute Working Paper Series No. 78 Is there a Batak History? Anthony Reid Asia Research Institute National University of Singapore ariar@nus.edu.sg, (November 2006)

21.    A Moving History of Middle Sumatra, 1600 –18701 FREEK COLOMBIJN Royal Netherlands Institute of Southeast Asian and Caribbean Studies (KITLV), Leiden

22.    An AOCOUNT OF THE MALAY “CHIRI A SANSKRIT FORMULA. W. E. MAXWELL, M.R.A. S., Colonial Civil Service

23.    MATRIARCHAAT OP SUMATRA DOOR Dr. G. A. WILKEN., (1888)

24.    TAAL, LAND EN VOLKENKUNDE. UITGEGEVEN DOOR HET BATAVIAASCHGENOOTSCHAP VAN KUNSTEN EN WETENSCHAPPEN. ONDER REDACTIE VAN Dr. Ph. S. VAN RONKEL EN D. VAN HINLOOPEN LABBERTON., (1908)

25.    THE MAHAVAMSA OR THE GREAT CHRONICLE OF CEYLON, TRANSLATED INTO ENGLISH BY WILHELM GEIGER, PH: D., London, (1912)

26.    Palembang as Srivijaya THE LATENESS OF EARLY CITIES IN SOUTHERN SOUTHEAST ASIA Received 17 April 1975, BENNET BRONSON AND JAN WISSEMAN

27.            Some notes on the megalithic remains in Padang Lawas. In: Truman Simanjuntak, M. Hisam, Bagyo Prasetyo, and Titi Surti Nastiti (eds.). Archaeology: Indonesian perspective : R.P. Soejono’s festschrift . Sukawati Susetyo, Jakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, p. 317-, (2006)

28.    Linguistic Varieties in Toba-Batak. In A. Halim, L. Carrington, & S. A. Wurm (Eds.), Papers from the Third International Conference on Austronesian Linguistics (3: Accent on variety), Sarumpaet, J. P., pp. 27-28). Canberra: Australian National University, (1982)

29.    Pustaha Tumbaga Holing: Adat Batak - Patik Uhum.Buku I dan II (Cetakan ke-2 ed. Vol. 1), Tampubolon,R. P., Jakarta: Dian Utama, (2002)

2

30.    Perihal bangsa Batak, Harahap, E. S., Djakarta: Bagian Bahasa, Djawatan Kebudajaan, (1960)

31.    Hata Batak maninggoring. Bagian rangsa ni andung dohot hadatuon, Hariara, J. M., Jakarta: Balai Pustaka., (1987)

32.    Majalah L.K.I No. 38, Van Dijk

33.    Raja Batak, Sadar Sibarani, Partano Bato, (2006)

34.    Masyarakat dan Hukum Adat Batak Toba, J. C. Vergouwen, LKiS, Jogjakarta, (2004)

35.    Sejarah Kebudayaan Sumatera, Dada Meuraxa, (1974)

36.    KERADJAAN MELAJU PURBA (SEKITAR SUKU DI SUMATERA) A T J E H, G A J O, DAIRI/PAKPAK, K A R O, SIMELUNGUN, BATAK TOBA, MANDAILING, MINANG KABAU, N I A S, K U B U, D. L L., oleh : DADA MEURAXA, K A L I D A S A, Medan, (1971)

37.    Śriwijaya: Myth or Reality?, Roy-William Bottenberg, Supervisors: Dr. H.I.R. Hinzler & Dr. I.R. Bausch, Leiden, (March 2010)

38.    History of Sumatra, W. Marsden, Second Edytions, London, (MDCCLXXXIV)

39.    Adat dan Kebudayaan Pasir Pengaraian, Mahidin Said

40.    Nopens de Politike Tustand in de Rokanstaatjes (1901-1905)

41.    Auf Neuen Wegen Durch Sumatra, Max Moscowszki (1909), Drs. Yusmar, M.Si., Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Rokan Hulu, 2019

42.    Mededeelingen der afdeling Bestuurszaken der Buitengewesten, Serie A, No. 10, 1927-1930

43.    Hikajat Tanah Hindia, BJG BIEGMAN, (1894)

44.    Reconstruction of Proto-Batak phonology, Adelaar, K. A., Nusa, 10, 1-20. (1981)

45.    History of Theravada Buddhism in South-East Asia with special reference to India and Ceylon by Kanai Lal Hazra M.A., LL.B., Dip. Lang., Ph. D. Lecturer in Pal i, Calcutta University

46.    De Maleische Alexanderroman, Pieter Jihannes Van Leeuwen, (1937)

47.    The History of java, Raffles, Narasi, (2008)

48.    Kesusastraan Klasik melayu Sepanjang Abad, Teuku Iskandar, Penerbit, Libra, jakarta, (1966)

49.    Tafsir Sejarah Nagara Kretagama, Slamet muljana, LKiS, (2006)

50.    Yang Indah, Berfaedah dan kamal, Sejarah Sastra Melayu dalam abad 7-19, Braginsky, INIS, Jakarta, (1998)

51.    Dan publikasi kajian sejarah kebudayaan Sumatera lainnya.

 

 

Manuskrip;

1. ML.100A, Perpusnas

2. ML.143, Perpusnas

3. ML.436, Perpusnas

4. Sulalatussalatin (Sejarah Melayu)

5. Hikayat Hang Tuah

6. Hikayat Raja-raja Pasai

 

 

 

 

 

 

BAB IV

 

MASUKAN DAN TANGGAPAN PESERTA SEMINAR

 

1.    DRS. RIDWAN MELAY, M.HUM

DOSEN UNIVERSITAS RIAU, SEJARAWAN DAN PENGURUS HIMPUNAN KELUARGA ROKAN HULU (HKR) PEKANBARU


Saya mengomentari secara keseluruhan dan tidak secara terperinci, yang paling menarik sekali yang disampaikan oleh Pak Edy (Edy Natar Nasution, Penyaji Utama) tadi,  tentang empat macam versi Marga Nasution ini, baiklah saya akan menyebutkan dulu tidaklah hanya pada Marga Nasution saja yang kita besarkan di sini tetapi juga ada Daulay, Hasibuan, Lubis Najaginon dan Siregar. Ridwan  Melay,  menjelaskan karena masa kecilnya bergaul  dengan orang Mandailing tetapi sekarang sudah banyak yang lupa namun apabila orang berbahasa Mandailing saya masih mengerti  dan tidak bisa dibohongi.

Karena ini mengenai sejarah pak,  sejarah itu pasti bisa menjawab 4W 1H,  yaitu what (tentang apa), where (dimana kejadiannya), when (kapankah itu terjadi), why (mengapa itu terjadi), how (bagaimana dia berlangsung) kalau ini sudah terpenuhi, Alhamdulillah pekerjaan tentang menyusun sejarah keberadaan Marga Nasution di Rokan Hulu akan terungkap dengan sesungguhnya. Saya mendukung dengan sepenuh hati.

Kemudian saya juga melihat bahwa penulisan sejarah yang perlu kita ikuti syaratnya, supaya nanti kalau dibaca oleh orang luar dari Rokan Hulu yang tidak tahu menahu sama sekali, ada empat :

Yang pertama kita sebut dengan linguistic, linguistic itu mencari sumber jadi sumber dari Pak Edy tadi, juga dari Jon Kobet (Junaidi Syam pemakalah ke 4), Sultan Laut Api (Abdul Malik Nasution, Pemakalah ke 2), akan sangat-sangat berguna.  Soal berapa versi, kita tidak persoalkan itu, bisa kita ambil sendiri mana versi yang kita anggap baik, tetapi dalam tulisan sejarah itu harus kita sebutkan juga, karena begitu cintanya orang tentang cerita itu. Nasib kita tidak sama dengan orang Australia, di Australia orang inggris menulis tentang bagaimana orang Australia.

Sejarah hari ini yang kita tulis berdasarkan konstruksi sejarah, ,mungkin Pak Junaidi (Dr, Junaidi, SS, M. Hum, sebagai Moderator Seminar) sudah paham akan hal ini karena orang budayawan kiranya saya harap tidak ada tarik ulur, tidak adalagi penundaan waktu mari kita susun dengan sebaik-baiknya sehingga cita-cita (tujuan) kita tercapai. 

Pokok-pokok Tanggapan dan Masukan dari Drs. Ridwan Melay, M.Hum (Sejarawan Riau, Dosen Universitas Riau, Pengurus Himpunan Keluarga Rokan Hulu (HKR) Pekanbaru, tentang seminar ini, adalah :

1.   Adanya versi dalam pengungkapan sejarah merupakan hal yang biasa dan banyak terjadi pada peristiwa-peristiwa sejarah lain. (itu tidak perlu dipersoalkan. Namun untuk memperkuat pengungkapan sejarah ini perlu di masukkan pembahasan keterlibatan unsur lain dari sejarah itu. Pada kontek sejarah ini, seperti Marga Daulay, Siregar, Lubis, Hasibuan dan Najanginon yang ikut dalam rombongan. (Penanggap menerima penyajian narasumber seminar dengan menyarankan untuk menambahkan unsur lain yang terlibat dalam rangka memperkuat kupasan sejarah ini).

2. Mendukung sepenuh hati, pengungkapan sejarah ini dan menyarankan untuk menyusunnya sesuai dengan standar penulisan resmi 4W. 1H,  yaitu what (tentang apa), where (dimana kejadiannya), when ( kapankah itu terjadi), why ( mengapa itu terjadi), how (bagaimana dia berlangsung).

3. Segera menyusun sejarah ini, yang di perkaya dengan sumber peristiwa dari berbagai sumber. Sehingga orang membacanya dapat memahami dan mencintainya.

 

2. PARUMA SIREGAR (GELAR JABOLINTANG, PESERTA SEMINAR DARI NAPI TU HUTA, HUTA MENAMING RAMBAH)

Ini kalau ini Baliho itu (Baliho Acara) Mengenal Sejarah, saya sudah berusia pak 70 tahun kalau kita mengenal sejarah Rokan Kanan ini baru dapat Jenderal yang asli orang Rokan Kanan Kabupaten Rokan Hulu, ini tak terbantahkan pak.

Sejarah, belum ada sejarahnya jenderal orang Rokan Kanan ini, ini kan baru Kabupaten ini dulu kan Rokan Kanan ini, ini baru pak, bapak baru jadi semangat saya betul betul sangat bangga apalagi Bapak di Provinsi Riau sebagai Wakil Gurbernur Riau.      

            Marga Nasution, Marga Siregar, au Mora  nakkinani tu abang saya boleh saya panggil abang, kalau menurut sejarah Siregar adalah moranya Nasution , au, opungku Nasution, opungku adalah Boru Sutan Kumalo Bulan asli, yang tidak ada telapak tangannya ujung tangannya bulat. walaupun tidak ada jari tangannya dia bisa menanam dan menuai padi pun jadi, membayu (menganyam) pun jadi, itulah Boru Sutan Kumalo Bulan dari Menaming asli. Jadi saya begini kepada Pak Bupati yang ada disitu saya tadi mendengar yg dibacakan bapak tadi, di waktu pak Ramlan menjadi Bupati pak ini kalau saya tidak silap di Rokan Kanan ini dulu, seluruh Datuk-datuk dari Lima Luhak itu tetap satu kali Enam bulan seminar, penataran (pelatihan), satu kali Enam bulan penataran itu di waktu pak Ramlan. Haa jadi jadi di situlah kami sampai sekarang tidak adalagi usulan itu lagi. jadi Bagaimana kami datuk-datuk ini saya Jabolintang ini, haa jadi bagaimana kami menempatkan diri kepada anak keponakan.

Kami datuk-datuk ini pak sangat sulit ada orang yang tidak beradat urusannya ke datuk-datuk, ada yang nikah kawin urusannya ke datuk-datuk, ada urusan tanah datuk- datuk  gajinya tidak ada, kalau Bahasa hita Mandailing dipangan indahan niba, dikarejohon karejo nalak (dimakan nasi kita, dikerjakan kerja orang). Jadi saya mohon kepada bapak bupati tolong perhatikan datuk-datuk yang ada di Kabupaten Rokan Hulu ini yang ada di Lima Luhak berikan dananya apanya, waktu pengurus waktu Ramlan. Kalau bapak duduk jadi pimpinan ke depan tolong kita adakan kegiatan-kegiatan seperti pak Ramlan dulu. Berharap Pemerintah Daerah dan Pemerintah Provinsi memperhatikan adat, kelompok dan asal usul dari Marga yang ada di Rokan Hulu.

Pokok-pokok Tanggapan dan Masukan dari Paruma Siregar (Gelar Jabolintang, peserta seminar dari Na Pitu Huta, Huta Menaming Rambah), tentang seminar ini, adalah :

1.    Mengatakan bahwa dia telah berumur 70 tahun baru kali ini mengikuti seminar sejarah yang besar, termasuk mengutarakan kebanggaanya terhadap penyaji utama seorang Jenderal pertama putera daerah ini sekaligus sebagai Wakil Gurbernur Riau.

 

2.   Keberadaan Marga Nasution dan Marga lainnya (Siregar, Hasibuan, Daulay, Lubis, dan Najaginon) di Kabupaten Rokan Hulu, mempunyai semangat pekerja keras dalam memenuhi kehidupan sehari-hari, walaupun kadang mempunyai keterbatasan pada dirinya. Dia mencontohkan Opungnya Boru Nasution Puteri Dari Sutan Kumalo Bulan Menaming, dalam kondisi disabilitas tetapi tetap bekerja berladang dan menganyam tikar.

3.   Bahwa dulunya kehidupan adat dan istiadat hidup dan berkembang secara baik serta harmonis sehingga terjadi kerukunan dan kekerabatan antara datuk-datuk adat dengan anak keponakan saling harga menghargai. Namun sekarang mengalami kemunduran oleh sebab itu dia berharap perlu ada perhatian dari Pemerintah baik Kabupaten maupun Provinsi.

4.  Dia mendukung adanya pelaksanaan seminar ini.


4.  PARU NASUTION

(SUTAN MANGA RAJA DI ACEH PERWAKILAN NASUTION DARI SUMATERA UTARA)

Bapak- bapak ibu sekalian dari paparan yang disampaikan tadi sebetulnya sejarah keberadaan orang Mandailing di Rokan Hulu ini Nampaknya belum terungkap sebagaimana yang kita inginkan begitu, tadi pak Abdul Malik sudah menyampaikan tetapi mungkin dari kajian sejarah ada yang perlu berpikir sejarah itu untuk bisa menarik di mata orang yaitu Namanya berpikir kronologis.

Sejarah itukan dari Sajaroh, sajaroh itu artinya dari asalnya terus berpikir sehingga orang mengikutinya menjadi tertarik cerita itu dari pangkal sampai ke ujung. Kelemahannya sedikit ini makanya perlu dikaji dari mana datangnya orang Mandailing ke Rokan Hulu ini? Berapa Sukunya dipegang betul lalu digiring betul dari penemuan ini dan ini secara kronologis terus gini dan gini terus sampai ke Rokan Hulu, di Rokan Hulu di mana mereka bertempat tinggal, kalau dia tidak berpikir kronologis terputus maksudnya tak ada kaitan kejadian ini dengan berikutnya maka orang tidak tertarik untuk membacanya. Akhirnya saripatinya pun tak dapat diambil orang, jadi selain yang disampaikan kawan yang mengajar sejarah itu (Ridwan Melay ) saya pun juga belajar sejarah, gapapa itu digabung juga tidak apa-apa. Artinya disamping yang disampaikan tadi berfikir secara kronologis seperti yang disampaikan oleh bapak wakil gubernur tadi, itu  bagus itu, beliau ini luas sebetulnya ini , bagus cara berpikirnya Namanya runtut sistematis dan kronologis.  Jika itu bisa kita kemukakan ke khalayak ramai maka satu Ketika orang akan datang kesini bertamasya, bertamasya melihat keindahan masjid, bertamasya melihat peran orang-orang Mandailing yang ada di Rokan Hulu bahkan apa yang disampaikan oleh bapak Wakil Gubernur tadi bahwa sudah dibuka jalan ke tempat situs-situs sejarah yang ada marga Nasutionnya yang disampaikan tadi. Sangat sangat mendukung, sebab itu nanti pemasukan yang sangat bagus untuk  Rokan Hulu, dengan banyaknya orang berkumpul Negeri kita menjadi hidup, Hotel-hotel bisa hidup, Penginapan bisa maka orang akan berkunjung ke sini sekedar melihat sejarah peran orang-orang Mandailing yang datang dulu dari aslinya. Taroklah yang dari panyabungan aduh pergi kemana terus sampai kesini.

Pokok-pokok Tanggapan dan Masukan dari Paru Nasution (Sutan Mangaraja Di Aceh Perwakilan Nasution dari Sumatera Utara), tentang seminar ini, adalah :

1.    Mengatakan bahwa Sejarah Marga Nasution dan Etnis Mandailing Rokan Hulu selama ini belum terungkap secara tuntas, dalam arti secara kronologis (Runtut).

 

2.   Sejarah Marga Nasution dan Etnis Mandailing menurut Paru Nasution perlu disusun secara kronologis dalam dan menarik dengan tahapan-tahapan yang jelas dan terang, dari mana berasal kemudian tujuannya kemana, siapa saja rombongannya selanjutnya sampai ke Rokan Hulu, di mana dia bertempat tinggal , kenapa dia sampai ke Rokan Hulu, Siapa yang memfasilitasi atau membantunya sampai ke Rokan Hulu, sehingga urutan-urutan kejadiannya menjadi teratur sistematis dan runtut.

 

3.   kronologis seperti yang disampaikan oleh bapak Wakil Gubernur itu  bagus cara berpikirnya, sekarang tinggal menyusunnya secara runtut sistematis dan kronologis.

 

4.  Paru Nasution menyarankan untuk melengkapi sejarah Asal Usul Marga Nasution dan Etnis Mandailing di Kabupaten Rokan Hulu sampai kepada kehidupan masyarakat Mandailing dengan masyarakat Melayu dari tahapan-tahapan sampai saat ini, seperti menggali lebih dalam peradaban yang terjadi, sampai kepada pengukapan sejarah dan situs yang ada untuk dapat dikembangkan menjadi destinasi Wisata yang pada akhirnya memberikan kontribusi kepada kemajuan masyarakat dan daerah Kabupaten Rokan Hulu.

 

BAB V

 

JAWABAN DAN TANGGAPAN OLEH PENYAJI UTAMA SEMINAR

BRIGJEND. PURN. TNI. H. EDY AFRIZAL NATAR NASUTION, S.IP

 

POKOK-POKOK JAWABAN DARI PENYAJI TERHADAP TANGGAPAN DAN MASUKAN DARI PESERTA SEMINAR

Terhadap tanggapan dan masukan dari Peserta Seminar, Narasumber sepakat untuk dijawab dan ditanggapi oleh Penyaji Utama. Adapun pokok-pokok jawaban dari Wakil gubernur Brigjen. Purnawirawan. TNI. H. Edy Afrizal Natar Nasution, S.IP adalah :

1.   Jawaban atas tanggapan dari Prof. Paru Samhudi dari Nasution Sumatera Utara. Bahwa apa yang dikatakan Prof. Samhudi agar sejarah ini dapat dikemas atau disusun secara sistematis, analitis, terurai, berkesimpulan, saya setuju dan mendukung penuh karena sajian dalam seminar ini baru mengungkapkan fakta yang saya pelajari berdasarkan Tarombo. Inilah ke depan akan kita dalami dan lengkapi lagi. 

2.Jawaban atas tanggapan dari Ridwan Melay Sejarawan Riau, Perwakilan Masyarakat Kabupaten Rokan Hulu di Pekanbaru. Bahwa Marga Nasution adalah salah satu dari Lima Marga dari Etnis Mandailing (Siregar, Lubis, Daulay, Hasibuan, Najaginon) yang datang ke Rokan Hulu pada abad ke 14 itu adalah fakta sejarah yang tidak bisa dipungkiri, bahwa saudara-saudara saya yang ada di Sumatera Utara agar memahami Tujuh anak dari Sibaroar, Tiga diantaranya ada di Riau sementara Empat ada di Sumatera Utara. Kalau kita lihat dari sejarah yang saya sampaikan berdasarkan tulisan di Tarombo Nasution pada saat itu hanya ada Dua, Raja Solut yang masih berusia 14 Tahun dengan Raja Namora Gompar yang  umurnya masih 9 Tahun, sementara saudaranya semua ada di Sumatera Utara, terjadi perang saudara inilah yang diselamatkan Neneknya Boru Na Mora Suri Andung Jati. Pengungkapan ini bukan berarti melemahkan peran dan kontribusi marga-marga lain (Siregar, Lubis, Daulay, Hasibuan, Najaginon), karena rombongan 47 Kepala Keluarga terdiri dari Lima Marga tadi adalah orang-orang yang berinisiatif memberikan saran masukan kepada Suri Andung Jati sampai pada akhirnya bisa menulis sejarah ini secara runtut, dan pada akhirnya mungkin diteruskan oleh marga Nasution ini. Artinya peran Lima Marga lainnya  sangat besar. Berkaitan dengan tulisan ini, harus memenuhi unsur 5W 1H, kalau istilah saya di Militer SIABIBADIMA (Siapa, Apa, Bilamana, Bagaimana, Dimana, Mengapa), akan kita sesuaikan dengan pengkayaan-pengkayaan lainnya.

3.  Kemudian berbicara masalah kebenaran sejarah saya yakin sejarah ini tidak akan pernah bisa tertulis seperti apa adanya secara runtut dengan lebih dari 700 Tahun, pasti ada periode tertentu yang mungkin itu tidak akan berlanjut atau terputus karena tidak semua orang tertarik dengan penulisan sejarah ini. Dalam periodesasi 700 Tahun tentu juga itu terjadi, tetapi apapun itu kalau saya melihat apa yang tercantum dalam Tarombo itu sudah sangat-sangat luar biasa.

4.  Satu hal yang membuat keyakinan saya tinggi dengan fakta sejarah ini di dalam Tarombo tersebut, terdapat Tulisan Tangan Ayah saya, 13 Urutan Silsilah Keturunan sampai ke Sibaroar bahkan sampai ke Sultan Harun Arrasyid, esensinya adalah keberadaan Suku Nasution dan Rtnis Mandailing Rokan Hulu di Riau ini sudah ada sejak Tahun 1400 (berabad abad yang lalu).

5. Kemudian perlu dicatat bahwa Etnis Mandailing sangat diterima baik oleh orang-orang melayu Lima Nan Luhak ini (Lima Luhak), karena tidak akan mungkin dia bisa bertahan ada di sini tanpa ada penerimaan yang sangat baik dari orang Melayu.

Ini yang ingin saya katakan pada audiens sekalian, terimakasih.

 

 

BAB VI

KESIMPULAN

 

Berdasarkan Hasil Seminar, diperoleh pokok-pokok sebagai berikut :

1.  Bahwa keberadaan Marga Nasution tidak diragukan baik secara Lokal maupun Nasional, terbukti Marga Nasution telah tercatat sebagai orang-orang penting dan mempunyai kedudukan tinggi baik di tingkat Nasional maupun Daerah seperti Jenderal Abdul Haris Nasution, serta memegang posisi-posisi strategis baik di Pemerintahan maupun di tempat lainnya.

 

2.  Sejarah adanya Marga Nasution ini juga sudah ada, baik berupa penuturan dalam bentuk cerita masyarakat maupun dalam bentuk publikasi berupa buku.

 

3.  Sejauh ini, khusus berupa buku dan cerita yang berkembang di masyarakat ada Tiga Versi Sejarah asal mula adanya Marga Nasution yaitu :

a.  Versi Tapanuli Utara,

b.  Versi Tapanuli Selatan,

c.   Versi Minangkabau,

Ketiga versi tersebut sangat memberikan informasi dan keterangan tentang keberadaan Marga Nasution, dan sependapat bahwa Marga Nasution bermula dari SIBAROAR akan tetapi belum terungkap asal mula dari Sibaroar ini secara jelas dan runtut serta Silsilah yang jelas, selain itu keturunan Sibaroar sebagai penerus Marga Nasution juga belum dilengkapi dengan silsilah yang jelas serta lokasi atau tempat keturunan tersebut berada dan berkembang (seperti berapa orang anak Sibaroar, dimana anaknya bertempat tinggal, kenapa terjadinya perang saudara, bagaimana kondisi perang saudara, bagaimana kondisinya setelah perang saudara), selain itu belum terungkap berupa bukti atau tanda peristiwa atau kejadian sebagai pendukung dan penguat terjadinya sejarah tersebut.

4.  Seminar ini bertujuan untuk disamping memperkaya dan memperdalam asal-usul Marga Nasution melengkapi dan mengungkapkan hal-hal yang berkaitan dengan silsilah, kejadian dan peristiwa serta bukti atau tanda dari sejarah itu ada. Sehingga disamping dapat dipakai sebagai bahan perbandingan diharapkan juga dapat dijadikan sebagai usaha penyempurnaan untuk dijadikan sebagai referensi dan pedoman serta pegangan bagi generasi sekarang maupun yang akan datang. Dengan pelaksanaan seminar yang melibatkan beberapa narasumber serta pendapat berbagai elemen komponen masyarakat yang ada diharapkan Tabir Asal-Usul Marga Nasution semakin terbuka dan terang serta semakin jelas dan terpercaya. 

5. Berdasarkan kajian Tarombo, penyajian dari Penyaji Narasumber Utama dan Penyaji Tiga Narasumber Pendukung  serta tanggapan dan masukan dari beberapa komponen dan elemen masyarakat baik dari Akademisi, Sejarawan, Budayawan Adat, Peserta dalam seminar maka diperoleh hasil sebagai berikut:,

Menurut versi Rambah asal-usul Marga Nasution dan Etnis Mandailing di Roakan Hulu adalah sebagai berikut :

1.       Sultan Harun Arrasyid – Raja Baghdad (Irak)

2.      Sultan Mahmud Syah – Raja Baghdad (Irak)

3.     Pangeran Raja, Sultan Iskandar Muda (Irak)

·  (Penerus Tahta Kerajaan) menolak dijodohkan dengan gadis pilihan Raja (Ayahnya).

·  Pangeran mendapat hukuman penjara sebagai pelajaran dari Ayahnya.

·  Pangeran bermimpi bertemu perempuan yang sangat cantik, seolah kejadian nyata di sebuah Danau yang indah sedang mandi, dengan bukti memberikan sehelai rambut sebagai kenangan mereka bisa bertemu langsung.

·  Berdasarkan mimpi tersebut Pangeran (Sultan Iskandar Muda) mohon izin kepada Ayahnya (Raja Sultan Mahmud Syah) untuk mencari dan mendapatkan perempuan sebagaimana  yang ada dalam mimpinya.

·  Setelah mendapat izin dan restu dari ayahnya (Raja Sultan Mahmud Syah) maka Sultan Iskandar Muda mengembara dengan mengikuti kapal Saudagar Arab ke arah Timur (Masyriq) untuk mencari Danau tempat mandi Perempuan yang sangat cantik dalam mimpinya tersebut.

·  Dalam pengembaraannya Sultan Iskandar Muda sampailah ke suatu tempat seperti yang tergambar di dalam mimpinya menemukan seorang Perempuan cantik di Tepian Danau (di Tepian Nauli Dolok Martimbang Danau Toba).

·  Perempuan tersebut adalah Puteri Kerajaan Khayangan (Sibunian) yang berwujud manusia.

·  Berdasarkan kebiasaannya Puteri ini melaksanakan Ritual Mandi Bunga sekali dalam Seminggu.

·  Setelah pertemuan ini selanjutnya membuat di antara mereka saling tertarik diikuti dengan hubungan yang saling akrab sampai akhirnya Sultan Iskandar Muda Mempersunting Puteri Khayangan tersebut menjadi Istrinya (Danau Toba Sumatera Utara).

·  Seiring berjalannya waktu pasangan ini mendapatkan buah hati dua orang anak Laki-laki, yaitu :

1.    Singa Mangaraja

2.   Sibaroar

·  Dalam kondisi kehidupan yang harmonis pasangan ini, suatu Ketika Sultan Iskandar Muda mendapatkan tantangan dari seorang Raja dari luar wilayahnya yaitu Raja Abu untuk melaksanakan adu ayam.

·  Tantangan Raja tersebut disambut oleh Sultan Iskandar Muda.

·  Maka diadakanlah adu ayam antara Sultan Iskandar Muda dengan Raja Abu, dalam pertandingan itu Ayam Sultan Iskandar Muda menang sekaligus dapat mengalahkan ayam Raja Abu.

·  Kekalahan ayam Raja Abu memicu perkelahian dan pertarungan langsung antara Sultan Iskandar Muda dan Raja Abu.

·  Dalam pertarungan dan perkelahian tersebut Raja Abu pun mengalami kekalahan karena Sultan Iskandar Muda mempunyai ilmu dan kelebihan yang dapat menghilang (Diberi gelar Sutan Penyalingan).

·  Akhirnya setelah pertarungan dan perkelahian berlangsung beberapa hari Sultan Iskandar Muda menghilang dari pandangan Raja Abu, menghilangnya ini tidak pernah Kembali lagi. (sampai sekarang tidak diketahui dan tidak dapat ditelusuri keberadaannya).

·  Sementara disisi lain Istri Sultan Iskandar Muda dalam kondisi hamil tua menunggu sekian lama Sultan Iskandar Muda tidak Kembali dan tidak ada kabar beritanya merasa kehilangan.

·  Setelah menunggu sekian lama sampai anak yang dikandungnya lahir (Sibaroar), Istri Sultan Iskandar Muda berusaha mencari suaminya ke arah Selatan dengan ditemani seekor anjing (…) dan membawa anak keduanya (Sibaroar) yang masih kecil. Sementara anaknya yang pertama Singa Mangaraja ditinggalkannya (sehingga kelanjutan kisah anak yang pertama ini menjadi terputus).

·  Dalam perjalanannya sampailah Istri Sultan Iskandar Muda di suatu tempat untuk beristirahat.

·  Tempat istirahat mereka ini diketahui oleh masyarakat sehingga keberadaan mereka disampaikan kepada Rajanya yang bernama Raja Abu.

·  Dari laporan tersebut Raja Abu memerintahkan untuk membawa istri Sultan Iskandar Muda dan anaknya untuk menghadap Raja, namun utusan raja tidak berhasil membawanya karena banyaknya halangan dan rintangan yang dihadapi, bahkan Raja Abu sampai mengutus Tiga Kali utusan untuk membawa istri Sultan Iskandar Muda dan anaknya menghadap raja akan tetapi tetap gagal sehingga sampai kepada sebutan “Nan Sakti On” (menjadi Nasution). 

·  Dengan demikian istri Sultan Iskandar Muda dan anaknya Sibaroar dapat tinggal di tempat tersebut dan Raja Abu tidak lagi memerintahkan pengawalnya untuk membawa mereka menghadap kepada Raja Abu, namun keberadaan mereka tetap dipantau.

·  Di tempat tersebutlah istri Sultan Iskandar Muda dan anaknya Sibaroar hidup dengan hasil hutan dan bercocok tanam.

·  Seiring dengan berjalannya waktu beberapa warga yang ada di sekitar tempat itu bergabung dengan istri Sultan Iskandar Muda dan anaknya Sibaroar, lama kelamaan kumpulan tersebut menjadi bertambah besar sampai berjumlah puluhan keluarga.

·  Karena tempat tersebut telah mulai banyak, maka muncul inisiatif dari mereka untuk membuat atau menunjuk pimpinan atau orang yang dituakan dalam kelompok tersebut, dimana kelompok sepakat menunjuk istri Sultan Iskandar Muda sebagai pimpinan mereka (Sutan Perempuan).

·  Tempat ini bernama Negeri Padang Garugur dengan dikepalai oleh seorang Raja bernama Sutan Perempuan dia lah Opung Boru Na Mora Suri Andung Jati.

·  Adapun Sibaroar anak dari Sutan Perempuan dari hari ke hari tumbuh besar sekaligus menunjukkan kelebihan-kelebihannya baik dalam bergaul maupun dalam berusaha serta keterampilannya dalam berburu dan menantang binatang buas sehingga keberadaan Sibaroar diakui dan disegani oleh orang-orang yang berada disekitarnya sampai keluar daerahnya.

·  Dalam perkembangan selanjutnya tempat ini terus berkembang seiring dengan makin dewasanya Sibaroar mempunyai istri sementara Sutan Perempuan sudah mulai Renta maka atas pertimbangan dan persetujuan kelompok masyarakat Sutan Perempuan menyerahkan Kekuasaannya kepada Sibaroar .

·  Dibawah kepemimpinan Sibaroar Negeri Padang Garugur semakin berkembang dan maju

·  Sementara dalam kehidupan keluarga Sibaroar sendiri ia mempunyai Tujuh orang anak yang terdiri dari Enam Laki-laki dan Satu Perempuan.

·   Dimana setelah anak-anaknya cukup umur dan dipandang cakap untuk menjadi pemimpin satu kelompok maka anaknya ditunjuk sebagai pemimpin atau Raja dan diberikan wilayah kekuasaan tersendiri seperti anak pertama bernama Sutan Iskandar, mengambil nama dari opung (Kakeknya) yang bernama Iskandar Muda, dan beliau menjadi Raja Huta Siantar. Anak kedua seorang wanita satu-satunya, bernama Suri Lindung Bulan, dia menjadi Permaisuri Raja Tambusai yaitu Tuanku Syah Alam.  Anak ketiga bernama Sutan Katimbang di Langit menjadi Raja di Huta Portibi.  Anak keempat bernama Sutan Batara Guru, menjadi Raja di Huta Puli Tambangan. Anak kelima bernama Sutan di Atas Langit, menjadi Raja di Huta Gunung Baringin.  Anak ke Enam bernama Sutan Tua Raja Solut, menjadi Raja di Batang Samo, serta anak ketujuh yang paling kecil bernama Namora Gompar Sutan Sinomba Sinoru, menjadi Raja di Sungai Garingging.            

 

 

BAB VII

 

SITUS SEJARAH BUKTI NAPITU HUTA LUHAK RAMBAH

 

1.       JEJAK KAKI BORU NAMORA SURI ANDUNG JATI GELAR SUTAN PEREMPUAN DI HUTA HAITI



2.     BAGAS RARANGAN BORU NAMORA SURI ANDUNG JATI



3.   MAKAM SI SOLUT GELAR SUTAN TUA

DI HUTA BATANG SAMO LOLOT

 



4.  MAKAM SI PANYOLUT GELAR SUTAN NAMORA RAJA GOMPAR DI HUTA RIMBARU (KUBU BARU) 


 5.   MAKAM IMAM PORANG HUTA SUNGAI GARINGGING



6.  MAKAM SUTANG KUMALO BULAN, TELUK RITI

 


 7.   Makam Sutan Laut Api 1 di Kaiti


 

 SILSILAH KETURUNAN SUTAN LAUT API BERMARGA NASUTION.

 

Jika dilihat dari perjalanan sejarah, Sutan Laut Api yang ada di Luhak Rambah saat ini merupakan Sutan Laut Api yang ke –VII. Adapun Sutan Laut Api beserta keturunannya adalah:

1.       Sutan Laut Api I bernama………………. dengan keturunannya.

1.       …………….

2.      …………….

3.     …………….

4.     …………….

5.     …………….

 

2.      Sutan Laut Api II bernama Maraja Toras dengan keturunannya

1.       Alm. H A. Natar Nasution

2.      Umar Nasution

3.     Arif Nasution

4.     Drs. H Bukhori Nasution

5.     Jasman SH Nasution

6.     Sahara Nasution

7.     Rosidah Nasution

 

3.     Sutan Laut Api III bernama Tengku H Soman dengan keturunannya

1.       Sholeh Nasution

2.      Badul Nasution

3.     Suman Nasution

4.     Kamidin Nasution

5.     Ridwan Nasution

6.     Dalian Nasution

7.     Lamah Nasution

8.     Tisah Nasution

9.     Rosmaniar Nasution

 

4.     Sutan Laut Api IV bernama Jalelo dengan keturunannya

1.       ………………..

2.      ………………..

3.     ……………….

4.     ……………….

 

 

5.     Sutan Laut Api V bernama Tengku H. Muhammad Dahlan dengan keturunannya

1.       Yahya Nasution

2.      Amiruddin Nasution

3.     H. Said Nasution

4.     Aminuddin Nasution

 


6.     Sutan Laut Api VI bernama Amiruddin  dengan keturunannya

1.       Nasrul Nasution

2.      Amris Nasution

3.     Emi Nasution

4.     Rosita Nasution

 


Untuk Foto Makam Sutan Laut Api ke- II, III dan IV belum dapat di akses karena sulitnya medan (Belukar Rotan) menuju lokasi tersebut. Walaupun letaknya masih saling berkaitan hanya berjarak sekitar 300 meter dari Makam Sutan Laut Api Ke-I.

 

KOORDINAT LOKASI SITUS MAKAM ETNIS MANDAILING

 

1.    Makam Sutan Namora Raja Gompar (Makam Duduk) di Kubu Baru


2. Makam Imam Porang Di Sungai Geringging

3. Makam Sutan Laut Api I Di Kaiti

4. Makam Sutan Tua Di Batang Samo

5. Makam Sutan Komalo Bulan Di Toluk Riti

DAFTAR PUSTAKA

Darliana, Helpi Zein, Dkk, 2017, Laporan Penelitian dan Pendataan Benda Cagar budaya Kabupaten Rokan Hulu, Disparbudrohul, Pasir Pengaraian.

Helpi Yansen, Hendra, 2009, Hutan Kholifah (Tanah Ulayat): Kajian Tentang Pelestarian Hutan Pada Masyarakat Mandailing Pasir Pengaraian-Rokan Hulu, USU Library, Medan.

Koentjaraningrat, 1990, Pengantar Antropologi, Rineka Cipta, Jakarta

1997, Manusia dan Kebudayaan di Indonesia, Djambatan, Jakarta

Malik Nasution, Drs. Abdul, 2010, Sejarah keberadaan Bangsa (Suku) Mandailing Napitu Huta di Luhak Rambah Rokan Hulu,

Tidak diterbitkan.

Malik Nasution, Drs. Abdul, 2014, Sejarah kuburan Duduk (Makam Naihubu) di Huta Rimbaru (Kubu Baru) di Luhak Rambah Rokan Hulu, Tidak diterbitkan.

Selo Soermardjan dan Soelaeman Soemardi, 1964, Setangkai Bunga Sosiologi,

Yayasan Badan Penerbit  Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Jakarta.

Tim Penyusun PPKD, 2018, Pokok-pokok Pikiran Kebudayaan Daerah Kabupaten Rokan Hulu, Disparbudrohul, Pasir Pengaraian.

Poerwanto, DR. Hari, 2005, Kebudayaan dan Lingkungan dalam Prespektif Antropologi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Syam, Yusri, 2012, Cagar budaya Kabupaten Rokan Hulu, Disparbudrohul, Pasir Pengaraian.

Syam, Junaidi, 2015, Cagar budaya Bergerak; Kabupaten Rokan Hulu, Disparbudrohul, Pasir Pengaraian.

Komentar

© 2020 YUSMAR YUSRO

Designed by Open Themes & Nahuatl.mx.